oleh T. Austin-Sparks
Bacaan: 1 Korintus 2.
“Kita … diubah menjadi serupa dengan gambar-Nya” (yaitu: ‘Kita berpindah dari satu bentuk ke bentuk yang lain’) 2 Korintus 3:18.
Ketika saya bergerak di antara umat Kristen di banyak belahan dunia ini, dan di dalam banyak situasi-situasi, ada satu hal yang terus tumbuh di dalam diri saya dengan semakin kuatnya. Di tengah-tengah banyaknya kebingungan di kalangan umat Kristen dan banyaknya komplikasi di dalam Kekristenan, perasaannya telah menjadi semakin kuat bahwa kebutuhannya adalah bagi umat Kristen untuk benar-benar mengetahui apa Kekristenan itu, dan untuk mengetahui apa itu yang telah mereka masuki sebagai orang Kristen. Itu kedengarannya mungkin agak drastis, namun saya cukup yakin bahwa banyak masalah yang ada – dan saya rasa semua orang setuju bahwa ada banyak masalah di dalam Kekristenan secara umumnya – disebabkan oleh kegagalan, sesungguhnya, dalam memahami apa Kekristenan itu. Mungkin terasa aneh bahwa saya harus berbicara kepada saudara, sebagian besarnya umat Kristen yang sudah berpengalaman dan matang, tentang sifat Kekristenan yang sebenarnya. Nah, jika saudara merasa bahwa ini lancang dan tidak diperlukan, bersabarlah, dan saya pikir bahwa sebelum kita melangkah sangat jauh, saudara akan merasakan hal yang sama seperti yang saya rasakan: bahwa meskipun kita tahu banyak tentang Kekristenan seperti yang diajarkan di dalam Perjanjian Baru, seringkali kita sendiri berada dalam kesulitan karena alasan yang sangat sederhana (atau mendalam) bahwa kita belum benar-benar memahami makna dari apa yang telah kita masuki. Seringkali, ketika merasa tertekan karena suatu situasi, dan bingung tentang mengapa hal itu harus terjadi, saya telah menemukan bahwa itulah yang Firman katakan akan terjadi.
Izinkan saya mengatakan kepada saudara (dan saya yakin saudara akan setuju setelah berpikir sejenak) bahwa bagian utama dari Perjanjian Baru, yang saya maksud adalah semua Surat-Surat ini yang membentuk bagian lebih besar dari Perjanjian Baru, semuanya berkaitan dengan satu hal ini: untuk membuat umat Kristen memahami apa Kekristenan itu. Jika hal itu benar, dan semua Surat-Surat ini diperuntukkan bagi umat Kristen, tentunya kita harus menyimpulkan bahwa bahkan umat Kristen Perjanjian Baru memerlukan Kekristenan untuk dijelaskan kepada mereka, dan bahkan kemudian ada kebutuhan ini untuk mendefinisikan sifat sebenarnya dari apa yang telah mereka masuki.
Mulailah dengan Surat kepada Jemaat di Roma. Apakah surat itu diperlukan bagi umat Kristen? Surat itu dituliskan kepada umat Kristen, tapi untuk apa surat itu dituliskan? Untuk menempatkan mereka tepat di dalam perkara Kekristenan! Jelas-jelasnya jemaat tersebut tidak begitu jelas dalam posisi mereka, dalam kehidupan mereka dan dalam hati mereka mengenai implikasi dari apa yang telah mereka masuki oleh iman di dalam Yesus Kristus.
Lanjutkan, sebagaimana yang akan kami lakukan, ke dalam Surat kepada Jemaat di Korintus, dan apa mereka itu? Dengan latar belakang kebingungan dan kontradiksi yang nyata di Korintus, Surat-Surat tersebut dituliskan sesungguhnya dengan tujuan untuk membuat umat Kristen memahami apa sebenarnya Kekristenan itu. Dan demikianlah seterusnya melalui Perjanjian Baru, bahwa itulah objeknya; bahwa kita dan semua orang yang percaya kepada Tuhan Yesus benar-benar harus mempunyai pemahaman yang jelas tentang apa sebenarnya ini, tentang arti dari nama yang kita sandang, dan arti dari apa yang kita percayai dan ke dalam apa kita telah datang oleh kasih karunia Allah. Kita dapat menyimpulkan semuanya di dalam pernyataan yang sederhana ini: bahwa seluruh kehidupan Kristen adalah suatu pendidikan tentang apa Kekristenan itu. Apakah itu benar? Tidakkah saudara kadang-kadang berdiri di hadapan suatu situasi, suatu kesulitan, suatu cobaan, suatu kerumitan, suatu kebingungan, suatu pengalaman, dan berkata: ‘Apa maksudnya dari semuanya itu? Aku adalah seorang Kristen. Aku telah menaruh iman dan kepercayaan-ku kepada Tuhan Yesus. Aku adalah milik-Nya, tapi aku tidak mengerti apa arti dari semuanya itu. Mengapa pengalaman ini? Mengapa aku pergi ke arah ini? Mengapa hal ini telah terjadi pada-ku? Mengapa hidupku seperti ini? Banyak hal-hal ini begitu penuhnya dengan rahasia dan kebingungan. Apa sebenarnya yang telah aku masuki? Apakah ini Kekristenan? Apakah ini benar-benar apa yang harus aku harapkan dan terima? Jika demikian, aku memerlukan pengertian, dan pencerahan, dan aku memerlukan bantuan sebagai seorang Kristen, sebab hal ini sering kali berada di luar kemampuan-ku seluruhnya.’
Ya, itulah pengaturannya – tetapi apakah itu benar? Jika ada yang belum pernah seperti itu, yang belum pernah mengalami momen seperti itu, dan yang jalannya telah begitu baik dan mulus, dengan segala sesuatunya begitu baik dan tertata dengan baik serta tanpa kesulitan apa pun, saya akan permisi saudara jika saudara tidak ingin membaca lebih lanjut, sebab saya tidak memiliki apa pun untuk dikatakan kepada saudara.
Sekarang, apa inti dari kata-kata dalam 2 Korintus 3:18 ini? “Kita diubah …”, dan ini adalah tata bahasa sekarang yang aktif: ‘Kita sedang diubah’; ‘Kita sedang dalam proses transformasi, berpindah dari satu bentuk ke bentuk lainnya.’ Ada kesan bahwa bagian itu, ayat ringkas itu yang dimasukkan ke dalam beberapa kata-kata itu, menyentuh hati dari seluruh Perjanjian Baru ini dan menjelaskan segalanya.
Setelah mengatakan itu, kita kembali ke pasal kedua dari Surat pertama kepada Jemaat di Korintus ini. Surat ini (seperti halnya dengan semua Surat-Surat lainnya, namun ini adalah sebuah contoh yang sangat bagus) dibangun berdasarkan dua kata yang kontras, dan keduanya terdapatkan di dalam pasal kedua ini. Dua kata yang kontras itu menggambarkan dua jenis kemanusiaan yang berbeda, dua kedewasaan yang berbeda, dan di antara keduanya, secara tegas dan tepat, Salib Tuhan Yesus Kristus ditanamkan. Lihatlah pada pasal ini lagi berdasarkan pernyataan terakhir itu! “Ketika aku datang kepadamu … aku telah memutuskan untuk tidak mengetahui apa-apa di antara kamu selain Yesus Kristus, yaitu Dia yang disalibkan”, dan segala sesuatunya setelah itu bertumpu pada perbedaan antara kedua tipe ini yang dipisahkan oleh Salib dan dikatakan: ‘Itu termasuk dalam satu kategori manusia dan ini termasuk dalam kategori manusia yang lain.’ Ada pembelahan yang dipotong oleh Salib Tuhan Yesus Kristus di antara keduanya itu, yang memisahkan mereka dan menjadikan mereka dua spesies umat manusia yang berbeda. Kebenaran itu terungkapkan di seluruh Surat ini. Bacalah dengan ini dalam pikiran saudara. Rasul di sini sedang berbicara tentang sebuah fondasi dan bangunan. Ia berkata: “Tetapi tiap-tiap orang harus memperhatikan, bagaimana ia harus membangun di atasnya. Karena tidak ada seorang pun yang dapat meletakkan dasar lain dari pada dasar yang telah diletakkan, yaitu Yesus Kristus”, dan kemudian ia menancapkan irisan Salib tepat ke dalam superstruktur itu dan berbicara tentang satu jenis pekerjaan atau perbuatan-perbuatan, yang merupakan hasil dari satu jenis manusia, atau satu jenis umat Kristen, dan jenis pekerjaan atau perbuatan-perbuatan lain, yang merupakan hasil dari jenis umat Kristen yang lain. Yang pertama akan habis terbakar dan tidak akan pernah ditemukan di dalam kekekalan. Itu telah hilang selamanya. Yang kedua akan menetap. Ini akan bertahan terhadap api penghakiman dan ujian waktu, dan akan ditemukan di dalam struktur tertinggi, atau bangunan Allah.
Saudara lihat, Paulus menerapkan prinsip pemisahan ini di antara dua jenis umat Kristen, dan pada dua jenis pekerjaan, atau buah, dari masing-masing jenis, dan bangunannya, katanya, mengenai nilai kekalnya, akan ditentukan oleh siapa yang memproduksinya, oleh jenis manusia atau kedewasaan apa yang memproduksinya. Siapa di antara keduanya yang memproduksi bangunan ini? Pikirkanlah ini! Mereka ini bukanlah orang-orang bukan-Kristen. Betapa besarnya jumlah yang sedang dibangun di atas Kristus yang akan hangus terbakar! Pekerjaan setiap orang akan diuji dengan api, dan nilai sebenarnya serta daya tahan-nya akan ditentukan oleh dan akan bergantung pada dari mana asalnya, yaitu, dari jenis kedewasaan yang mana.
Sekarang saudara bertanya apa dua kata-kata itu yang mendefinisikan kedua jenis kedewasaan tersebut. Bacalah pasal ini: “manusia duniawi … manusia rohani.” Itulah kedua kata-katanya: orang Kristen duniawi dan orang Kristen rohani. Mereka bukanlah orang-orang yang belum bertobat, bukan orang-orang bukan-Kristen. Apakah saya perlu menjelaskan secara rinci untuk mengkonfirmasikan dan meratifikasikan apa yang saya katakan? Izinkan saya mengingatkan saudara bahwa Rasul Paulus telah berada di Korintus selama dua tahun penuh bersama jemaat ini! Saya tidak tahu apa yang saudara pikirkan, tetapi jika saudara memiliki Rasul Paulus keluar masuk selama dua tahun penuh, saudara akan mempunyai banyak dasar untuk dipertimbangkan! Ia berada di sana di antara mereka selama dua tahun penuh, keluar masuk, mengajar mereka mungkin setiap hari, dan kemudian ia pergi selama lima tahun. Kemudian ia mendengar hal-hal yang dilaporkan kepadanya oleh keluarga Kloe. Saya berharap semua orang melakukan apa yang Rasul Paulus lakukan! Ia tidak mengambil laporan tersebut tanpa menyelidikinya. Ia mendapatkan laporan tersebut dan kemudian ia segera mengirimkan utusan yang dapat dipercaya untuk menyelidikinya, entah untuk menemukan bahwa hal itu tidak benar atau untuk menemukan bahwa hal itu benar. Utusan itu dikirimkan dan datang kembali, sambil berkata: ‘Semuanya itu benar, dan lebih buruk daripada laporan itu.’ Kemundurannya dalam lima tahun!
Barangkali saudara akan terkejut dan kaget mendengarnya, dan akan berkata: ‘Mungkinkah?’ Nah, ingatlah pesan-pesan kepada ketujuh jemaat di Asia Kecil di dalam kitab Wahyu, dan bagaimana jemaat-jemaat tersebut dimulai. Ada hal-hal menakjubkan di dalam jemaat-jemaat tersebut pada awalnya. Bacalah kisah awal mula jemaat di Efesus, dan sungguh suatu kisah yang luar biasa! Melawan antagonisme dan permusuhan yang luar biasa seperti itu, jemaat itu keluar dengan jelas, dan mereka membawa semua buku sihir mereka, yang harganya telah ditentukan (dan itu mewakili nilai yang sangat besar bagi manusia!), dan menumpukkannya di jalan terbuka, atau itu mungkin adalah alun-alun pasar, atau tempat terbuka lainnya, dan membakar semuanya. Itu adalah pembagian yang menyeluruh! Namun di manakah jemaat itu di dalam Wahyu? “Engkau telah meninggalkan kasihmu yang Semula. Sebab itu ingatlah betapa dalamnya engkau telah jatuh! Bertobatlah!” (Wahyu 2:4-5). Apa yang mungkin telah terjadi? Baiklah, saya mengatakan itu dengan menekankan kemungkinan ini, setidaknya, dari kemunduran. Mengapa di Korintus, mengapa di Efesus, dan mengapa di jemaat-jemaat lainnya, mengapa mereka mengalami kemunduran ini? Kembalilah kepada kedua manusia ini, dua manusia bukannya satu manusia, dua manusia bukannya masing-masing individu. Ini bukanlah pembagian suatu perkumpulan ke dalam kategori ini dan kategori itu, melainkan dua hal itu di dalam satu orang. Saudara tahu, kita semuanya, jika kita adalah milik Tuhan, dalam beberapa ukuran duniawi dan rohani. Apakah saudara setuju dengan itu? Pertanyaannya bukanlah apakah kita sepenuhnya sempurna dan tidak ada lagi yang duniawi di dalam diri kita. Itu bukanlah intinya. Intinya adalah: Siapakah yang mendominasi dan memerintah? Yang manakah di antara keduanya, yang duniawi atau yang rohani? Di sini, di Korintus, seperti yang kita lihat di dalam Surat ini, manusia duniawilah yang memegang kendali atas laki-laki dan perempuan-perempuan ini dan telah mengambil alih kekuasaan atas manusia rohani.
Maka, kedua kata tersebut adalah ‘duniawi’ – dan saudara tidak perlu bahwa saya harus memberitahu saudara bahwa kata Yunaninya adalah ‘kejiwaan’ – dan ‘kerohanian’; manusia jiwa dan manusia roh selalu berkonflik. Siapakah yang akan lebih unggul dan menguasai diri kita masing-masing? Keduanya ada di dalam diri setiap orang.
Sekarang apakah kategori duniawi ini, spesies duniawi ini? Lihatlah pada Surat itu lagi. Pertama-tama, dominasinya, kekuasaannya, kendali intelektualisme, hikmat dunia ini. Hal itulah yang ditandai dan digarisbawahi sebagai bagian dari masalahnya di Korintus; kendali intelektualisme, penalaran alami, pikiran alami, gagasan bahwa saudara akan memecahkan masalah-masalah kehidupan berdasarkan garis intelektual. Apakah saudara akan memberitahu saya bahwa hal itu bukanlah bahaya bagi Kekristenan saat ini? Mengapa, ini ada di mana-mana! Hal ini berteriak di hadapan saudara dari pers keagamaan. Saudara mungkin tidak banyak membaca tentang-nya, tetapi ini adalah tugas saya untuk memahami apa yang sedang terjadi di dunia teologi Kristen, dan saya memberitahu saudara, teman-teman, bahwa ketika saya membaca majalah teologi tertentu, saya menemukan maut. Mereka melelahkan bagi roh. Semua upaya luar biasa ini untuk memecahkan masalah-masalah Kekristenan dengan kecerdasan manusia; penelitiannya, argumennya, diskusinya dan debatnya, tesis, dll; Kekristenan filosofis yang mencoba memecahkan masalah rohani; sungguh melelahkan! Kadang-kadang saya harus meletakkan majalah-majalah ini! Saya tidak dapat selesai membacanya, sebab mereka begitu mati, begitu tidak bernyawa. Dan hal semacam itu ada di mana-mana. Diperkirakan bahwa jika saudara datang ke tempat duduk saudara dan seminari pembelajaran saudara dengan otak yang cerdas, mampu memberikan argumen yang meyakinkan, saudara akan menyelamatkan jiwa-jiwa. Tidak pernah ada kekeliruan yang lebih besar!
Surat kepada Jemaat di Korintus ini mengatakan hal itu. Bacalah kembali pasal kedua ini dan saudara akan menemukan bahwa Paulus mengatakan hal itu. Paulus adalah seorang yang terpelajar, sedemikian rupanya sehingga selama dua ribu tahun para sarjana terbaik mendapati dia mengalahkan mereka, dan mereka belum bisa menguasainya! Datanglah ke toko buku agama dan lihatlah pada rak-rak eksposisi Perjanjian Baru, dan saudara akan menemukan bahwa Paulus mendominasi. Saya memiliki sebuah buku yang dituliskan oleh salah satu professor teologi terkemuka di universitas-universitas dan judulnya adalah Potret Petrus. Laki-laki ini, dengan segala pembelajarannya, mencoba untuk memberikan kita sebuah potret tentang Petrus. Saya membuka buku itu dan menemukan bahwa beberapa halaman pertamanya seluruhnya berisi dengan Paulus! Ia tidak dapat datang kepada Petrus karena Paulus menghalanginya, dan permasalahan dari upayanya adalah: ‘Yah, Petrus adalah seorang yang luar biasa, tetapi Paulus jauh lebih besar!’ Ya, laki-laki ini, Paulus, adalah seorang yang terpelajar, seorang yang intelektual, seorang yang berilmu. Saudara tidak dapat mendiskreditkan Paulus di sepanjang garis itu sama sekali, sebab ia akan selalu mengalahkan saudara di dalam alam itu – namun dengarkan! ‘Hai, orang-orang Korintus, ketika aku datang kepadamu, aku tidak datang dengan kata-kata yang indah atau dengan hikmat, tetapi dengan sangat takut dan gentar. Sebab aku telah memutuskan untuk tidak mengetahui apa-apa di antara kamu, orang-orang Korintus intelektual, selain Yesus Kristus, yaitu Dia yang disalibkan.’ Apakah kesimpulan Paulus? ‘Tidak ada gunanya, betapa pun banyaknya yang aku miliki dari pelajaran-pelajaran, apa pun yang mungkin aku ketahui, betapa pun banyaknya aku bisa berdebat dengan jemaat di Korintus atau orang-orang Athena di Bukit Mars, aku tidak akan mencapai apa pun di sepanjang garis itu dengan situasi rohani yang seperti ini. Aku sudah mengambil keputusan tentang hal itu.’ Ini adalah bagian dari manusia alami untuk berpikir bahwa saudara akan mampu membangun sesuatu melalui kecerdasan intelektual, skolastik dan akademis. Faktanya adalah bahwa apa yang dapat dibangun oleh kecerdasan, dapat dijatuhkan oleh kecerdasan!
Kemudian lihatlah pada kata yang menonjol ini: kekuatan. Itu ada di sana di pasal itu: hikmat … kekuatan; dan di Korintus ada pemujaan terhadap kekuatan alami, kemampuan untuk menaklukkan dengan kekuatan alami. Saudara bisa menyebutnya ‘kekuatan-isme’, sebab di sana ada ‘isme’. Dihancurkan dengan kekuatan superior saudara, memaksakan sesuatu yang kuat, perkasa, pada orang-orang, dan saudara akan menang. Hanya jadilah cukup kuat dan saudara dapat menyelesaikan segala masalahnya dan mengubah semua situasinya. ‘Kekuatan-isme’ adalah gagasan alami manusia tentang bagaimana hal itu dapat dilakukan.
Maka emosionalisme mempunyai tempat yang besar di kalangan jemaat di Korintus ini. Akan menangkap, memikat dan menguasai, dan mencapai tujuan saudara dengan kekuatan emosi yang mengobarkan perasaan orang, mempermainkannya, memanfaatkannya hingga mereka mengeluarkan respons yang hampir histeris. Jika saudara melakukannya dengan baik dan menyeluruh, saudara akan mendapatkan beberapa orang Kristen! Rasul berkata: ‘Tidak sama sekali!’ Jelas sekali bahwa jemaat di Korintus ini adalah jemaat yang sangat emosional.
Apa yang Rasul Paulus tempatkan di atas ketiga aspek manusia duniawi ini? Di atas hikmat, ia menempatkan ‘kebodohan’. Di dalam pasal pertama ia berbicara tentang ‘kebodohan pemberitaan Injil”. Saudara menemukan bahwa ‘kebodohan’ adalah hal yang hebat bagi Rasul Paulus! “Kami bodoh oleh karena Kristus” (1 Korintus 4:10). Apa maksudnya? Ya, yang ia maksud bukan: ‘Jadilah bodoh!’, yang adalah apa yang langsung kita anggap sebagai arti dari kebodohan. Yang Paulus maksudkan dengan kebodohan adalah penolakan bahwa intelektualisme dapat menemukan Allah. ‘Penguasa-penguasa dunia ini, dan hikmat dunia ini tidak menemukan Allah’, kata Paulus, ‘dan mereka tidak dapat menemukan Dia. Mereka tidak dapat menemukan apa pun yang berhubungan dengan Allah.’ “Manusia duniawi tidak menerima apa yang berasal dari Roh Allah, karena hal itu baginya adalah suatu kebodohan; dan ia tidak dapat memahaminya.” Kebodohan adalah penyangkalan bahwa segala hikmat dan filosofi orang-orang Yunani di sana di Korintus, di mana mereka begitu menyombongkan hal ini, dapat melewati penghalangnya untuk menemukan Allah; dan bahwa semua kekuatan pikiran ini dan kemauan ini diproyeksikan dan ditegaskan dengan cara apa pun bagaimanapun akan berhadapan dengan penghalang itu dan tidak akan dapat melewatinya, tidak akan menemukan Allah, maupun hal-hal dari Allah. Itu semuanya dianggap sebagai kebodohan ketika pencarian untuk Allah dilakukan di sepanjang garis itu. Betapa bodohnya hal itu! Dan Paulus memberikan sebuah contoh yang menakjubkan dan hampir mengejutkan tentang hal ini: “hikmat Allah … tidak ada dari penguasa dunia ini yang mengenalnya, sebab kalau sekiranya mereka mengenalnya, mereka tidak menyalibkan Tuhan yang mulia.” Tidak ada gunanya hikmat itu, bukan? Tidak ada logikanya atau filosofinya di dalamnya!
Jadi Paulus menempatkan apa yang disebutnya ‘kebodohan’ bertentangan dengan hikmat mereka, yang berarti suatu penyangkalan positif yang dicatat oleh Salib Tuhan Yesus bahwa intelektualisme belaka dapat menemukan Allah dan hal-hal Allah. Tidak bisa, sebab manusia duniawi tidak bisa!
Melawan kekuatan mentalitas manusia duniawi ini, Rasul hampir bermegah dalam menggunakan kata ‘kelemahan’ ini. Ia berkata bahwa bahkan Kristus disalibkan oleh karena kelemahan, dan ia selalu berbicara tentang, dan bermegah atas kelemahannya sendiri. Apa maksudnya? Penyangkalan bahwa jenis kekuatan manusia ini, ketegasan ini, dapat mencapai apa pun di dunia rohani. Betapa besarnya bangunan yang sedang kita robohkan!
Saudara tahu, itu telah menjadi ujian bagi manusia sejak awal. Bukankah ini adalah ujian bagi Abraham untuk melepaskan bahkan apa yang telah Allah berikan kepadanya di dalam Ishak? Ujian bagi kerohanian sejati laki-laki ini adalah kemampuannya untuk melepaskan. Apakah hal itu benar tentang Yakub? Bukankah ia adalah seorang yang ulet, punya tekad, seorang laki-laki yang bisa mendapatkan apa pun yang diinginkannya dengan cara apa pun, dengan mengorbankan kenyamanan dan kesejahteraan orang lain? Bukankah itu adalah permasalahannya dengan Pniel, atau Yabok? “Aku tidak akan membiarkan engkau pergi!” Itulah Yakub! Ia telah seperti itu di sepanjang hidupnya, berpegang teguh pada apa yang ia inginkan, apa yang ia miliki atau apa yang ingin ia miliki. Namun jari Allah memukul sendi pangkal pahanya, dan setelah itu saudara dapat melihat bahwa ia adalah seorang laki-laki yang meringis! Lihatlah bagaimana ia bertemu dengan saudaranya Esau!
Saudara tidak, apakah saudara Abraham atau Yakub atau siapa pun yang lainnya yang mungkin telah kami sebutkan, akan dapat menjalani hubungan dengan Allah sepenuhnya dan akhirnya oleh ketekadan dan kegigihan alami saudara sendiri. Salah satu pelajaran besar dalam kehidupan Kristen adalah untuk belajar bagaimana untuk melepaskan kepada Allah. Oh, semua nasihat untuk menjadi kuat di dalam Tuhan, untuk bertahan, untuk membenarkan diri saudara seperti laki-laki dan menjadi kuat, tidak berarti dengan kekuatan alami ini. Ini adalah jenis kekuatan yang berbeda, dan jenis yang sangat berbeda, sebuah kekuatan yang hanya terlihat dari kemampuan kita untuk membiarkan orang lain kadang-kadang mendapatkan keinginan mereka, untuk mendapatkan apa yang mereka kehendaki dan menjadikan kita sia-sia. Mereka memegang, mencengkeram, menjaga hal-hal di dalam tangan mereka hingga merugikan kita, dan kekuatan kita yang sebenarnya ada pada kelemahan kita. Rasul Paulus mengungkapkan hal ini dengan kata-kata. Bacalah pasal kedua dari Surat kepada jemaat di Filipi: “Kristus Yesus, yang walaupun dalam rupa Allah, tidak menganggap kesetaraan dengan Allah itu sebagai milik yang harus dipertahankan, melainkan telah mengosongkan diri-Nya sendiri, dan mengambil rupa seorang hamba … Ia telah merendahkan diri-Nya dan taat sampai mati, bahkan sampai mati di kayu salib.” Nah, apakah itu telah terbukti menjadi hal yang benar? ‘Kita sedang diubah …’ Apakah saudara mengerti maksudnya sekarang?
Jadi, melawan intelektualisme – kebodohan; melawan kekuatan-isme – kelemahan; melawan emosionalisme – apa? Penyangkalan bahwa pencarian, keinginan, pengejaran akan sensasionalisme akan membawa saudara ke sana. Sebab saya percaya itulah inti dari nafsu jemaat di Korintus ini, keinginan berlebihannya mereka, penjangkauan jiwa mereka untuk mendapatkan karunia-karunia rohani. Sungguh mengesankan bahwa kepada jemaat di Korintuslah, jauh lebih banyak daripada kepada jemaat-jemaat lainnya di dalam Perjanjian Baru, bahwa ada begitu banyak yang dikatakan tentang karunia-karunia rohani. Demonstrasi-demonstrasi ini, pertunjukkan ini, hal-hal yang dapat saudara lihat dan bermegah di dalamnya ini karena saudara dapat melihatnya, semuanya keluar dari sensasionalisme. Saya cukup yakin, dari apa yang telah kita baca, bahwa jika saudara telah menghadiri pertemuan-pertemuan di Korintus itu, saudara akan melihat beberapa perilaku histeris ketika mereka membuat karunia-karunia rohani ini, seperti yang mereka pikirkan, sebagai dasar dan sifat dari kerohanian mereka – dan mereka adalah jemaat yang paling tidak rohani dari semuanya. Jadi untuk melawan ketidak-seimbangan, ketimpangan di dalam Jemaat Kristen, diperlukan keseimbangan.
Apakah saudara memperhatikan satu ciri khas dari orang-orang Kristen ini, satu cacat yang tertulis dengan begitu jelas dan besarnya di sini di dalam Surat? Ada kekurangan kuasa kearifan rohani, persepsi rohani, intuisi rohani yang memperingatkan kita: ‘Bersikaplah mantap! Jangan terbawa suasana! Jangan kehilangan keseimbangan-mu! Hal ini mungkin baik-baik saja di tempatnya yang benar dan di bawah kendali yang tepat, tapi hati-hati! Ada bahaya di dalam setiap karunia rohani, dan jika kamu menjadikan karunia itu sebagai hal yang utama dan bukan makna rohani dari karunia itu, maka hal itu, yang mungkin benar dalam dirinya sendiri, akan membawa saudara ke dalam kesulitan.’ Saya meliputi banyak sejarah ketika saya mengatakan itu. Mungkin beberapa masalah terbesar yang harus dihadapi sebagian dari kita di dalam orang-orang adalah akibat dari pencarian yang tidak seimbang ini untuk perwujudan aspek-aspek sensasional dari Kekristenan.
Ya, mungkin sebagian dari saudara tidak dapat memahami semua ini, tetapi inilah situasinya di sini di Korintus, dan saya hanya mengatakan ini untuk menunjukkan bahwa ada dua urutan ini, dua kategori ini yang telah saya sebut spesies umat manusia yang memiliki tempat kediaman mereka di dalam satu cangkang tubuh manusia: jiwa dan roh. Mereka ada di sana, dan Rasul menulis kepada jemaat yang sama ini – sebab Surat yang kedua hanyalah kelanjutan dari Surat yang pertama – ‘Kita sedang diubah dari satu bentuk ke bentuk yang lain.’ Apa yang sedang terjadi? Apa proses Roh Allah di dalam diri orang percaya? Apa arti dari semua ini yang Tuhan izinkan terjadi pada diri kita, disiplin ini, kemalangan ini, pencobaan ini, penderitaan ini, kesulitan ini, ‘hal-hal mengherankan’ ini (menggunakan kata-kata Petrus, sebab hal-hal ini mengherankan bagi kita sebagai yang datang dari Allah, atau yang diizinkan oleh Allah)? Apa arti semuanya itu? Untuk mewujudkan perubahannya, transformasinya dari satu spesies ke spesies lainnya, dari satu jenis umat manusia ke jenis umat manusia lainnya. Ada sesuatu di dalam setiap pencobaan, di dalam setiap kesulitan di dalam penderitaan, yang, di bawah kedaulatan Allah, dimaksudkan oleh-Nya untuk membuat perbedaan di dalam diri kita. ‘Kita sedang diubah.’
Untuk memiliki jiwa tentunya tidak salah! Itulah apa yang harus diselamatkan. Dalam perjalanan keselamatan itu, pelajaran besarnya adalah bagaimana untuk dapat menjaga jiwa tetap berada di bawah kendali roh. Inilah apa yang dimaksudkan dengan menjadi ‘rohani’. Ini benar-benar adalah “Manusia rohani.”
Sesuai dengan keinginan T. Austin-Sparks bahwa apa yang telah diterima secara bebas seharusnya diberikan secara bebas, karya tulisannya tidak memiliki hak cipta. Oleh karena itu, kami meminta jika Anda memilih untuk berbagi dengan orang lain, mohon Anda menghargai keinginannya dan memberikan semua ini secara bebas - tanpa d'ubah, tanpa biaya, bebas dari hak cipta dan dengan menyertakan pernyataan ini.