oleh T. Austin-Sparks
Bab 6 – Kelemahlembutan Manusia Sorgawi
Kami telah, dalam enam pertemuan sebelumnya dari Konferensi ini (kami tidak memiliki pesan keenam) dituntun untuk merenungkan pemikiran dan niat Ilahi yang agung itu dalam mendapatkan manusia dikonstitusi sesuai dengan hati Allah sendiri. Dengan maksud itu, Allah melanjutkan dengan penciptaan dan datang kepada manusia, berfirman, “Baiklah Kita menjadikan manusia menurut gambar dan rupa Kita” (Kejadian 1:26). Jadi Ia melanjutkan dan menghasilkan yang pertama dari bangsa itu yang dimaksudkan oleh-Nya untuk memberikan kepuasan yang sempurna kepada-Nya. Tapi kita melihat bahwa manusia itu rusak; kemudian Allah, melalui hubungan iman dengan rantai manusia selama berabad-abad, menunjukkan dalam masing-masing orang itu beberapa cahaya yang samar-samar tentang pemikiran-Nya. Masing-masing dari mereka diungkapkan melalui pekerjaan-Nya beberapa konstituen (di antara banyak dari tanda-tanda perusakan dan gangguan dan jejak pekerjaan Iblis itu) dari manusia yang diinginkan Allah, tetapi semuanya kurang sempurna. Kemudian dalam kegenapan zaman, Allah mengutus Anak-Nya sendiri, yang terbuat dari seorang perempuan, inkarnasi yang dengannya Manusia sorgawi diperkenalkan ke dalam dunia ini.
Ia datang, seperti yang kita lihat, untuk melakukan dua hal. Pertama, untuk menyingkirkan manusia yang pertama, untuk mengakhirinya, dan kemudian melalui Salib untuk menegakkan Manusia kedua, Adam terakhir, sebagai gantinya. Dan semua perhatian Allah dan semua perhatian setiap orang percaya haruslah ini: pembentukan manusia menurut Kristus, membawa Kristus dalam kodrat-Nya, kedewasaan-Nya, ke dalam kepenuhan secara pribadi dan korporat di dalam tubuh-Nya, jemaat. Penekanan utama kami adalah pada kodrat dari apa Allah itu, oleh karena itu, sejak awal, berusaha untuk menyadari, bahwa keputusan sorga atas keberadaan kita di bumi ini sebagai orang Kristen akan sepenuhnya menjadi masalah seberapa banyak Kristus telah ada di sini karena kita telah ada di sini; bukan banyak hal yang sering disibukkan oleh orang Kristen sebagai hal-hal yang objektif, tetapi hanya seberapa banyak Tuhan Yesus yang telah ada di sini karena kita ada di sini.
Sekarang kita akan menghabiskan waktu ini untuk merenungkan Manusia sorgawi ini yang telah datang masuk dan yang telah datang untuk tinggal, dan yang bersama Allah, yang telah ditetapkan Allah selamanya, yang terus berjalan sampai akhir Allah. Kita harus memandang Dia. Kita tidak akan melihat semuanya. Jika kita hanya melihat satu hal, dan satu hal itu datang kepada kita melalui mata hati kita dan oleh karena itu membuat kita serupa dengan gambar-Nya, meditasi kita tidak sia-sia.
Kita datang kemudian, untuk melihat Manusia sorgawi kepada siapa itu adalah niat Allah untuk menjadikan kita serupa dengan-Nya, dan terlepas dari keserupaan itu, Kekristenan kita tidak memiliki arti dan kita telah gagal. Jadi kita harus mulai dengan Manusia kedua, Adam terakhir, Manusia sorgawi, pada titik di mana manusia pertama dirusak, di mana Iblis melakukan pekerjaan dasarnya, sebab Anak Allah ini sebagai Anak manusia dimanifestasikan untuk menghancurkan pekerjaan Iblis dan pekerjaan-pekerjaan itu terutamanya ada pada manusia. Kita harus melihat bahwa Tuhan Yesus, dalam inkarnasi, mulai tepat pada titik di mana pekerjaan Iblis dilakukan di dalam diri manusia, di mana manusia pertama dirusak, dan pada titik apa itu? Ada satu kata yang mencakup seluruh rangkaian pekerjaan Iblis, tetapi yang merupakan akar dari semua pekerjaan Iblis, dan kata itu adalah kesombongan. Kita tahu dari apa yang Kitab Suci katakan kepada kita bahwa ketika kesombongan ditemukan di dalam hatinya, bahwa keretakan dan perpecahan besar terjadi antara Allah dan kerub yang berjaga itu, Bintang Timur, “Putera Fajar” itu. “Engkau sombong karena kecantikanmu” (Yehezkiel 28:17), kesombongan ditemukan di dalam hatinya. Kita tahu bahwa ia kehilangan segala kekuasaan dan pemerintahan karena kesombongan. Ia kehilangan kemuliaannya, ia kehilangan tempatnya dengan Allah, karena kesombongan. Dan, untuk merampas Adam pertama dari takdirnya yang ditunjuk dan dimaksudkan secara Ilahi sebagai penguasa atas ciptaan, untuk merusak pekerjaan Allah, tepat pada titik itulah ia memulai: pertanyaan tentang kesombongan – itulah dosa asal dan di mana Adam gagal.
Saya tidak akan menetap untuk menganalisis godaan dan kejatuhan. Ini sangat jelas bahwa itu adalah masalah kesombongan. Itu adalah pemberontakan melawan menjadi kurang dari yang disarankan Iblis. Melalui kesombongan, Iblis jatuh, dan melalui kesombongan, Adam jatuh, dan itu adalah dasar dan akar dari segala dosa. Jika kita mampu memahami dan mengetahui dan menangkap, kita seharusnya dapat melacak kesombongan dalam beberapa cara melalui semua masalah kita.
Di sanalah bahwa Manusia kedua, demi menghancurkan pekerjaan Iblis dalam diri manusia, untuk mengesampingkan manusia duniawi, bahwa Manusia sorgawi mulai, dan satu-satunya kata yang agung dan menyeluruh tentang Dia adalah kelemahlembutan. Kelemahlembutan ditemukan di dalam Dia, bahkan sebelum Ia datang ke sini ke dalam adegan ini. Yang walaupun dalam rupa Allah, tidak menganggap kesetaraan dengan Allah itu sebagai milik yang harus dipertahankan, melainkan telah mengosongkan diri-Nya sendiri, dan mengambil rupa seorang hamba, dan menjadi sama dengan manusia (Filipi 2:6-7). Saudara lihat permulaan-Nya. Tidak ada jalan masuk yang sombong dan mencolok ke dalam kemanusiaan ini dan dunia ini di antara manusia. Tidak ada apa pun yang dunia ini akan perhitungkan menurut standarnya sendiri. Awal mulanya adalah dalam kelemahlembutan yang paling dalam. Ini bukan hanya kisah yang indah tentang kandang dan palungan dan tidak ada kamar di penginapan dan semua keadaan sederhana itu. Ini adalah prinsip Ilahi yang bekerja, prinsip terkuat di alam semesta Allah sekarang untuk penghancuran pekerjaan Iblis itu sendiri. Allah turun sampai ke akar-akarnya. Tidak ada yang membuat suatu kesan di sini, tidak ada yang mengesankan dari sudut pandang dunia. Ya, kekuatan rohani sedang bekerja, sorga aktif, tetapi tidak ada mukjizat untuk melihat bahwa Ia memiliki awal yang baik. Ini semuanya sangat sederhana. Ia telah datang masuk dalam kelemahlembutan – perkasa, dan kepada kerajaan Iblis itu mengerikan – kelemahlembutan.
Kemudian, ketika Ia muncul di hadapan kita dalam kedewasaan penuh, kita dapat menandai pendirian-Nya melawan roh dunia ini dan tuhan-nya, yang adalah roh kesombongan, roh kemuliaan daging, roh ketidak-mungkinan alami. Sungguh suatu pendirian yang Ia buat melawan roh dunia ini, roh dunia ini yang telah menyerang Israel, bangsa Yahudi dalam bentuknya yang paling buruk, karena bentuk kesombongan yang paling buruk adalah kesombongan rohani. Ia menemukan antagonisme terbesar-Nya di alam di mana kesombongan rohani duduk dan berakar di antara para penguasa Yahudi. Mereka tidak mau memiliki Dia karena Ia tidak setara dengan standar menurut ide-ide duniawi mereka. Ia mengganggu dan memprovokasi mereka karena kelainan-Nya yang mutlak. Ide-ide mereka adalah ide-ide duniawi. Hal-hal yang paling pedas yang pernah Ia katakan dikatakan sehubungan dengan kesombongan rohani. Orang Farisi itu pergi ke bait Allah, mengangkat matanya ke langit dan berkata, “Ya Allah, aku mengucap syukur kepada-Mu, karena aku tidak sama seperti semua orang lain … aku melakukan ini, aku melakukan itu …” dan sebagainya (Lukas 18:9-12); kesombongan rohani. Dan kepada mereka Ia berkata, “Iblislah yang menjadi bapamu dan kamu ingin melakukan keinginan-keinginan bapamu” (Yohanes 8:44). Saudara tidak dapat mundur lebih jauh dari itu dan lebih dalam dari itu, dan Ia hanya bermaksud bahwa kesombongan, kesombongan Bintang Timur, adalah motif penggerak segalanya. “Bagaimanakah kamu dapat percaya, kamu yang menerima hormat seorang dari yang lain?” (Yohanes 5:44).
Tapi perhatikan, ini bukanlah apa yang Ia katakan, ini adalah siapa Dia itu. Ia adalah kontrasnya. Kita dapat berbicara tentang kesombongan dan berbicara tentang kerendahan hati atau kelemahlembutan. Kekuatan sebenarnya bukanlah dalam apa yang dikatakan; ini ada dalam orangnya, siapa orang itu. Ia adalah kontrasnya dalam diri-Nya sendiri.
Kemudian kita diberitahu oleh rasul bahwa setelah mengosongkan dan merendahkan diri-Nya, Ia menjadi taat. Jika ada satu hal yang menjadi ciri kelemahlembutan, ini adalah ketaatan. Rasul berkata, “taat sampai mati”, dan kemudian Ia menambahkan – “ya, kematian di kayu salib.” Mungkinkah ada yang lebih merendahkan hati? Mungkinkah ada yang lebih menuntut dan membutuhkan lebih banyak kelemahlembutan daripada taat sampai mati di kayu salib? Kita mungkin bersedia untuk taat sampai mati jika ini bisa menjadi kematian mulia seorang martir yang secara mencolok, secara nyata, menyerahkan hidupnya dengan cara yang mulia. Salib bagi orang Yahudi adalah sinonim dari terkutuk oleh Allah, “Terkutuklah orang yang digantung pada kayu salib” (Galatia 3:13). Bagi orang Roma ini adalah degradasi, ketika ide orang Roma adalah kekuatan; seluruh gagasan mereka tentang kedewasaan adalah kekuatan dan untuk disalibkan berarti kelemahan total dan penyangkalan segala sesuatu dalam kedewasaan – rasa malu, degradasi. Bagi orang Yunani itu adalah kebodohan, kontradiksi dari segala hikmat, “Untuk berpikir bahwa kamu akan mencapai apa pun dengan disalibkan! Jika kamu ingin berhasil, kamu tidak akan pernah pergi ke salib!” “Taat sampai mati, bahkan sampai mati di kayu salib.” Bisakah kelemahlembutan pergi lebih jauh dari itu? Tidak! Nah, inilah Manusia yang ada bersama dengan Allah. Inilah Manusia menurut pemikiran kekal Allah. Inilah Manusia yang menghancurkan pekerjaan Iblis dalam kedewasaan-Nya sendiri. Inilah Manusia yang akan pergi tepat kembali ke akar semua aktivitas iblis dan mengesampingkannya dalam kedewasaan-Nya, dan Ia melakukannya dengan kelemahlembutan.
Ia tidak menyerang pekerjaan Iblis secara objektif. Ia turun kepada mereka secara subjektif, Ia berurusan dengan mereka dalam kodrat mereka. Ia pergi ke penyebabnya, sebelum Ia menyentuh efeknya. Ini adalah inti dari segala sesuatu. Pekerjaan Iblis bukan hanya hal-hal yang berasal dari Iblis, tetapi alasan mengapa mereka telah datang, dan alasannya adalah kesombongan, dan Anak Manusia ini menghancurkan pekerjaan-pekerjaan itu dalam kodratnya, pada intinya, dengan kelemahlembutan.
Itulah sebabnya Bapa mempercayakan diri-Nya kepada Anak. Kami telah sering mengutip dalam seri ini Yohanes 2:24-25 – “Tetapi Yesus sendiri tidak mempercayakan diri-Nya kepada mereka, karena Ia mengenal mereka semua, dan karena tidak perlu seorang pun memberi kesaksian kepada-Nya tentang manusia, sebab Ia tahu apa yang ada di dalam hati manusia.” Tetapi Allah telah mempercayakan diri-Nya kepada Manusia ini, “Inilah Anak-Ku yang Kukasihi, kepada-Nyalah Aku berkenan” (Matius 3:17). “Inilah Anak-Ku yang Kukasihi, kepada-Nyalah Aku berkenan, dengarkanlah Dia” (Matius 17:5). Allah ada bersama-Nya, Allah mempercayakan diri-Nya sendiri kepada-Nya, kepada Anak. “Bapa telah menyerahkan segala sesuatu kepada-Nya (Anak-Nya)” (Yohanes 3:35). Dan Ia melakukannya; Ia mempercayakan diri-Nya sendiri dan menyerahkan segala sesuatu kepada-Nya semata-mata dan murninya atas dasar kelemahlembutan-Nya. Terkadang Allah tidak dapat mempercayakan diri-Nya sendiri kepada kita karena kesombongan kita. Tidak ada keraguan tentang hal itu, berkat terkecil yang Tuhan berikan kepada kita dan segera datanglah Adam lama dan mulai bermegah. Oh, betapa senangnya kita, betapa bersyukurnya kita jika sesuatu yang baik dikatakan tentang kita atau tentang sesuatu yang telah kita katakan atau lakukan. Dan betapa sedikit kita turun dalam luapan hati dan air mata, dan bersyukur kepada Allah bahwa Ia dapat mengatakan atau melakukan sesuatu melalui kita yang merupakan suatu pertolongan. Allah tidak dapat mempercayakan diri-Nya sendiri. Kita sedikit digunakan karena ini tidak aman. Kita begitu sedikit diberkati karena ini tidak aman. Kita sekaligus masuk ke dalam gambaran. Allah dapat menyerahkan segala sesuatu kepada Anak, dan Allah dapat mempercayakan diri-Nya sendiri kepada-Nya tanpa rasa takut sedikit pun, tanpa syarat, karena kelemahlembutan-Nya.
Musa adalah tipe indah yang membayangi satu hal khusus ini. Kami telah mengatakan bahwa setiap mata rantai dalam rantai manusia mewakili beberapa fitur dari Manusia sorgawi ini, dan dikatakan tentang Musa, “Adapun Musa ialah seorang yang sangat lembut hatinya, lebih dari setiap manusia yang di atas muka bumi” (Bilangan 12:3). Nah, di sana saudara lihat karakteristiknya yang menonjol dan membedakan dan hasilnya adalah, “Dan Tuhan berbicara kepada Musa dengan berhadapan muka seperti seorang berbicara kepada temannya” (Keluaran 33:11). Ia tidak berbicara kepadanya melalui perantara; Ia tidak berbicara kepadanya – seperti katanya secara harfiah ada di sana – dalam perumpamaan, “bukan dengan teka-teki” (Bilangan 12:8); berhadap-hadapan Aku berbicara dengan dia. Sungguh suatu hal yang bisa dikatakan tentang seorang laki-laki! Tuhan berbicara kepada Musa dari mulut ke mulut (Bilangan 12:8). Tetapi saudara harus menggabungkan kedua hal itu, “Adapun Musa ialah seorang yang sangat lembut hatinya.” Kemudian Tuhan mengungkapkan kepada Musa seluruh pola sorgawi. Musa memiliki sorga yang terbuka, wahyu yang penuh, jelas dan sangat rinci dari diri Allah sendiri tentang hal-hal di sorga. “Adapun Musa ialah seorang yang sangat lembut hatinya.” Kedua hal itu berjalan bersama. Hari itu tiba ketika dalam lingkaran keluarganya sendiri, saudara laki-lakinya Harun dan saudara perempuannya Miryam jelas-jelas sedang berbicara di suatu tempat. Roh kesombongan dan kecemburuan bangkit, dan mereka mulai berbicara meremehkan saudara mereka Musa, “Sungguhkah Tuhan berfirman dengan perantaraan Musa saja? Ia mengambil terlalu banyak pada dirinya sendiri.” Di suatu tempat di luar jangkauan pendengaran, konspirasi rahasia ini sedang berlangsung. Allah mendengar, mendengar, dan Allah turun dan berkata, “Keluarlah kamu bertiga ke Kemah Pertemuan.” Allah mengambil kasus Musa. Kelemahlembutan Musa menjadi teror mengerikan bagi Harun dan Miryam. Itu adalah dasar di mana Allah memanggil mereka untuk bertanggung jawab dengan cara yang paling serius dan mengerikan. Allah membenarkan Musa karena ia “sangat lembut hatinya.”
Ini hanyalah bayangan samar dari yang Satu ini yang, jauh lebih dari Musa, dengan biaya yang jauh lebih besar daripada Musa, lemah lembut dan rendah hati. Apakah Allah berhadap-hadapan berbicara kepada-Nya? “Bapa telah memberikan segala sesuatu ke dalam tangan-Nya.” Apakah Allah telah mengungkapkan kepada-Nya nasehat-nasehat kekal-Nya? Oh ya! Apakah Allah telah membenarkan-Nya? Mengapa, saudara tahu bahwa ada suatu hari ketika saudara-saudara-Nya sendiri menurut daging mempertanyakan Dia, dan penulis apostolik berkata – “Sebab saudara-saudara-Nya sendiri pun tidak percaya kepada-Nya” (Yohanes 7:5). Tetapi saudara menemukan mereka di antara para rasul kemudian hari memanggil Dia Tuhan, Tuhan Yesus; salah satu saudara-Nya sendiri menurut daging berkata tentang Saudaranya, “Tuhan Yesus.” Saudara melihat jalan kelemahlembutan, kepentingannya dengan Allah, dan kekuatannya yang melemahkan di mana pekerjaan Iblis bersangkutan. Jadi Ia dapat berkata dengan setiap hak: “Pikullah kuk yang Kupasang dan belajarlah pada-Ku, karena Aku lemah lembut dan rendah hati” (Matius 11:29).
Saya dapat cukup membayangkan bahwa kita akan menerima ini dengan segala ketulusan dan maksud yang baik, dan kemudian kita akan pergi dan berkata, “Kami akan menjadi lemah lembut!” dan kita akan mengenakannya! Kita akan mulai berbicara dengan cara tertentu yang menurut kita merupakan cara berbicara yang lemah lembut; kita akan mulai mengatakan hal-hal yang kita anggap sangat lemah lembut. Kita mulai berperilaku dan terlihat sangat lemah lembut. Awas! Iblis hanya akan mendapatkan apa yang ia inginkan dan merusak segalanya. “Lemah lembut … dalam hati.” Ini bukanlah sesuatu yang dikenakan, bukan sesuatu dari luar, bukan nada dengan apa kita berbicara – nada yang menyedihkan, berpikir nada itu kedengarannya lemah lembut. Ini bukanlah saat kita mulai menggunakan kata-kata yang merendahkan diri kita sendiri, membicarakan tentang betapa buruknya diri kita, membiarkan orang lain tahu bahwa kita merasa kitalah yang terburuk dari segalanya. Itu bukanlah kelemahlembutan. Ada banyak hal lain yang bisa menjadi tiruan kelemahlembutan. Sekarang, saya tidak percaya bahwa jika kita bertemu Yesus pada hari-hari daging-Nya kita akan bertemu sesuatu seperti itu, nada rengekan yang buruk. Saya tidak percaya Ia berpergian sambil merengek, dan saya tidak percaya bahwa Ia pernah mengatakan apa pun tentang diri-Nya sendiri tentang betapa malangnya makhluk dan spesimen Dia itu. Saya tidak percaya sesaat pun bahwa Ia menarik perhatian kepada diri-Nya dengan cara itu. Saya percaya kita seharusnya menemukan seorang laki-laki yang setiap-tiap dari diri-nya adalah seorang laki-laki, dengan tidak ada apa pun yang perlu dihina sejauh mana kedewasaan-Nya atau perkataan-Nya bersangkutan.
Ia lemah lembut dan rendah hati, dan hanya Allah yang mengetahui isi hati, dan Allah dapat membaca semua kepura-puraan kita. Saya tidak mengatakan bahwa saudara harus pergi dan mencoba menjadi lemah lembut dan mengenakan kelemahlembutan. Saya mengatakan bahwa saudara harus menjadi serupa dengan Kristus, dan saudara harus menyerahkan diri saudara ke dalam tangan Roh Allah untuk melakukannya, dan ketika Ia melakukannya, atau mulai melakukannya, jangan mulai menendang. Ini, seperti yang telah kami katakan dalam meditasi sebelumnya, akan menjadi formasi hati yang dalam, sangat dalam di lubuk hati – tidak ada kepura-puraan, tidak ada ejekan dengan Allah, tetapi kenyataan. Kita akan dilucuti dari kesombongan kita dan segala sesuatu yang menyebabkan kesombongan kita, semua yang dengan cara apa pun membuat kita berpikir kita adalah sesuatu dan menipu diri kita sendiri. “Sebab kalau seorang menyangka, bahwa ia berarti, padahal ia sama sekali tidak berarti, ia menipu dirinya sendiri” (Galatia 6:3). Itu tidak berarti bahwa jika ada orang tertentu yang menganggap dirinya sebagai berarti, padahal ia bukan apa-apa, ia menipu dirinya sendiri, itu berarti tentang semua orang bahwa jika ada yang percaya mereka adalah sesuatu ketika mereka tidak ada apa-apanya, mereka menipu diri mereka sendiri.
Semua penipuan itu akan dihancurkan. Kesombonganlah yang menjadi akar dari penipuan. Adam tertipu, tetapi itu adalah kesombongannya yang menipunya. Tidak ada yang lebih menipu daripada kesombongan. Oh, kebodohannya! Saudara hanya perlu memandang turun pada manusia dari sudut pandang yang cukup tinggi, dan semua penyebab kesombongan telah hilang. Saudara hanya perlu naik sepuluh ribu kaki di dalam pesawat dan melihat ke bawah ke bumi dan melihat manusia seperti semut merayap, namun makhluk yang luar biasa di mata mereka sendiri. Dapatkan sudut pandang Allah tentang orang-orang ini yang berdiri tegak di bumi dengan menganggap diri mereka sebagai sesuatu. Apa mereka itu dari sudut pandang Allah? “Padahal ia sama sekali tidak berarti, ia menipu dirinya sendiri.” Tuhan Yesus tidak tertipu dengan cara itu. Ia lemah lembut dan rendah hati.
Di mana kita akan memulai atau mengakhiri ketika kita mulai berbicara tentang kelemahlembutan? Oh, betapa berbedanya kelemahlembutan dalam seluruh perilakunya ketika saudara melihatnya dalam kasus Tuhan Yesus. Nah, kelemahlembutan di dalam Dia tidak menemukan balas dendam, “Ketika Ia dicaci maki, Ia tidak membalas dengan mencaci maki” (1 Petrus 2:23). Ketika mereka mengatakan hal-hal jahat tentang Dia, tidak ada sikap balas dendam, tidak ada roh balas dendam, “Ia memberi punggung-Nya kepada orang-orang yang memukul-Nya” (Yesaya 50:6). Ia tidak kembali untuk membalas dendam. Tidak ada dendam tentang kelemahlembutan. Kelemahlembutan tidak pernah tersinggung. Kesombonganlah yang tersinggung. Tetapi betapa sedikitnya dari kita yang dapat dibicarakan secara langsung dan mendapatkan hal-hal ditunjukkan kepada kita yang menyakitkannya salah dan merugikan, dan menerimanya dengan lemah lembut dan tidak tersinggung atau menunjukkan rasa tersinggung! Kelemahlembutan tidak tersinggung. Ingatlah ini.
Kelemahlembutan tidak mengudara; ini tidak unggul. Baca Yohanes 13 lagi. “Kamu menyebut Aku Guru dan Tuhan, dan katamu itu tepat, sebab memang Akulah Guru dan Tuhan. Jadi jikalau Aku membasuh kakimu, Aku yang adalah Tuhan dan Gurumu, maka kamu pun wajib saling membasuh kakimu” (Yohanes 13:13-14). Dalam wujud seorang hamba, menanggalkan jubah-Nya, mengambil sehelai kain lenan dan mengikatnya pada pinggang-Nya, kemudian Ia menuangkan air ke dalam sebuah basi, dan mulai membasuh kaki murid-murid-Nya. Ini bukanlah beberapa akting merendahkan. Ini adalah diri-Nya sendiri. Ini tidak dikenakan dan Ia tidak sedang berakting. Ini adalah diri-Nya sendiri, ini adalah Roh-Nya. Jadi kita bisa terus berlanjut, dan terus berlanjut, menganalisis kelemahlembutan.
Kami tidak sedang berbicara tentang kelemahlembutan. Subjeknya adalah Manusia sorgawi. Ini mungkin salah satu fitur yang luar biasa, atau ini mungkin fitur yang inklusif, dari Manusia sorgawi, tetapi saudara lihat kami memulai seri ini dengan kalimat “dilahirkan dari atas.” “Kamu harus dilahirkan dari atas”, dan saudara tahu betul bahwa saudara tidak memiliki seseorang yang dilahirkan, dan kemudian mulai menempelkan kebajikan pada mereka sesudahnya. Ini adalah apa yang mereka dilahirkan dengan yang keluar. “Dilahirkan dari atas” berarti bahwa ini adalah sifat yang permanen yang berasal dari atas. Ini adalah itu, ini adalah bagian dari kelahiran kita itu sendiri; ini mungkin belum matang, tidak terlalu berkembang, tetapi ini adalah apa yang ada di sana oleh pekerjaan Roh. “Apa yang dilahirkan dari Roh, adalah Roh” (Yohanes 3:6). Ia adalah Roh kelemahlembutan. Saya akan menetapkan kelemahlembutan sebagai fitur tertinggi dari apa yang berasal dari atas.
Apa yang tersisa kemudian, saat kita menutup untuk saat ini, adalah bahwa kita harus benar-benar berurusan dengan Tuhan tentang hal ini. Kita tidak akan melewati sampai akhir Allah, kita tidak akan meneruskan dan bahkan meninggalkan dunia ini sebagai seorang yang sukses dari sudut pandang sorga, kecuali paling utamanya, dalam semuanya, melalui semuanya, Roh Manusia sorgawi ini telah menandai kita dengan Roh kelemahlembutan. Ini akan dalam dirinya sendiri menentukan seberapa banyak dari pekerjaan Iblis yang telah dihancurkan dalam kedewasaan; ukuran Kristus dalam arti kelemahlembutan. Sadarilah pentingnya hal ini.
Ini adalah Kristus, tidak kurang dari Kristus, dan semua makna luar biasa dari Kristus sebagai Yang Sulung dari antara banyak saudara, sebagai awal dari bangsa itu, kedewasaan itu, kemanusiaan itu, yang pada akhirnya adalah untuk mencapai tujuan yang ditetapkan Allah dan memenuhi tujuan yang ditentukan Allah untuk selama-lamanya di alam semesta ini. Semuanya terikat, pada mulanya, dengan masalah kelemahlembutan ini.
Kita tidak akan, dalam seri ini, memiliki waktu untuk berbicara tentang fitur-fitur lain dari Manusia sorgawi, tetapi jika satu hal ini menguasai hati kita, sesuatu akan telah dilakukan yang akan membawa banyak hal-hal lain dan membuka jalan bagi Tuhan untuk melakukan lebih banyak lagi.
Sesuai dengan keinginan T. Austin-Sparks bahwa apa yang telah diterima secara bebas seharusnya diberikan secara bebas, karya tulisannya tidak memiliki hak cipta. Oleh karena itu, kami meminta jika Anda memilih untuk berbagi dengan orang lain, mohon Anda menghargai keinginannya dan memberikan semua ini secara bebas - tanpa d'ubah, tanpa biaya, bebas dari hak cipta dan dengan menyertakan pernyataan ini.