oleh T. Austin-Sparks
Bab 1 - Fakta dan Sifat Jalan Sorgawi
“Dalam iman mereka semua ini telah mati sebagai orang-orang yang tidak memperoleh apa yang dijanjikan itu, tetapi yang hanya dari jauh melihatnya dan melambai-lambai kepadanya dan yang mengakui, bahwa mereka adalah orang asing dan pendatang di bumi ini. Sebab mereka yang berkata demikian menyatakan, bahwa mereka dengan rindu mencari suatu tanah air. Dan kalau sekiranya dalam hal itu mereka ingat akan tanah asal, yang telah mereka tinggalkan, maka mereka cukup mempunyai kesempatan untuk pulang ke situ. Tetapi sekarang mereka merindukan tanah air yang lebih baik yaitu satu tanah air sorgawi. Sebab itu Allah tidak malu disebut Allah mereka, karena Ia telah mempersiapkan sebuah kota bagi mereka.” (Ibrani 11:13-16).
Beberapa waktu sebelum pesan ini diberikan, menginginkan suatu ketenangan yang jauh dari berbagai macam hal-hal, saya pergi ke tepi kota dengan hati yang sangat tertuju pada Tuhan untuk firman-Nya. Pada jam-jam awal pagi, tampaknya seolah-olah langit terbuka dan segala sesuatu menjadi hidup: dengan sangat terkesan semuanya terbuka dan terpusat dalam satu frase – “Perintis Jalan Sorgawi.” Frase ini sungguh meringkas ayat-ayat yang baru saja kita baca, dan, sementara kita akan berpikir dan akan mungkin mengatakan banyak hal mengenai jalan sorgawi, masalah perintisan jalan sorgawi inilah yang akan menjadi perhatian utama kita. Kita perlu, pada mulanya, untuk mempertimbangkan sampai batas tertentu jalan sorgawi itu sendiri, tapi saya ulangi bahwa bisnis luar biasa perintisan jalan itulah dengan secara keseluruhan yang saya yakin adalah perhatian utama Tuhan, dan oleh karena itu perhatian utama kita, pada saat ini.
Kitab Suci dimulai dengan langit: “Pada mulanya Allah menciptakan langit dan bumi” – bukan “bumi dan langit”; langit datang dahulu sebelum bumi. Kitab Suci ditutup dengan kota yang kudus, Yerusalem yang baru, turun dari sorga, dari Allah (Wahyu 21:2); dan, seperti sorga berdiri di awal dan di akhir, sehingga segala sesuatu yang ada di antara, dalam Firman Allah, dari awal sampai akhir, adalah dari sorga dan menuju sorga. Seperti yang di alamiah, maka juga yang di rohaniah. Langit mengatur bumi dan yang duniawi, dan yang duniawi harus menjawab kepada yang sorgawi. Ini adalah yang sorgawi, ini adalah sorga, yang adalah utama: semuanya harus dalam terang sorga, menjawab ke sorga, keluar dari sorga. Ini adalah jumlah dari Firman Allah, seluruh isi Kitab Suci.
Dunia ini, bumi ini, bukan tidak berhubungan dan sendiri. Seberapa pentingnya mungkin dunia ini di dalam skema hal-hal Ilahi – dan tentu saja dunia adalah obyek perhatian sorgawi yang besar, mungkin hal terbesar di alam semesta telah terjadi di bumi ini: Allah telah datang ke sini di dalam daging, telah hidup di sini, telah memberikan diri-Nya untuk dunia ini; drama besar dari rancangan kekal berkaitan dengan dunia ini – namun dunia tidak terpisah, tidak sendiri, dunia berkaitan dengan sorga, dan semua keberartian-nya dikarenakan oleh hubungan itu. Dunia mengambil keberartiannya dan kepentingannya dari keterkaitannya dengan sesuatu yang lebih besar dari dirinya sendiri – dengan sorga.
Kitab Suci mengajarkan bahwa Allah berada di sorga. “Allah ada di sorga” (Pengkhotbah 5:2): itu adalah deklarasinya. Perkataan ini mengajarkan bahwa ada suatu sistem, suatu pemerintahan, di sorga, yang adalah yang benar dan yang utama. Pada akhirnya, yang akan menjadi penggenapan semua rancangan Allah adalah reproduksi pemerintahan sorgawi di bumi ini. Kristus turun dari sorga dan kembali ke sorga. Orang Kristen, sebagai anak Allah, lahir dari sorga dan memiliki hidupnya berpusat di sorga, dan kehidupan anak Allah akan disempurnakan di sorga. Jemaat, karya Allah, memiliki asal sorgawi, memiliki panggilan sorgawi, dan memiliki takdir sorgawi. Dalam semua hal ini, dan banyak hal lainnya, “Sorgalah yang mempunyai kekuasaan” (Daniel 4:26). Faktor besar sorga ini yang mengatur segalanya.
Mengenai diri kita sendiri, jika kita adalah anak-anak Allah, seluruh pendidikan dan sejarah kita berhubungan dengan sorga. Ini adalah salah satu hal yang harus kita ikuti saat ini secara lebih rinci; tetapi biarlah dikatakan, dan biarkan sekaligus diakui, bahwa seluruh sejarah dan pendidikan kita sebagai anak Allah berhubungan dengan sorga – dan dengan itu, saya tidak bermaksud bahwa kita hanya akan ke sorga. Kita berhubungan dengan kerajaan sorga, dengan kelahiran, dengan rezeki dan dengan panggilan yang kekal. Semua pendidikan kita, telah saya katakan, berhubungan dengan sorga. Semua yang saudara dan saya harus mempelajari adalah bagaimana segala hal dilakukan di sorga; apa yang Tuhan maksudkan ketika Ia berkata, “Jadilah kehendak-Mu di bumi seperti di sorga” (Matius 6:10) – sebuah fragmen besar yang komprehensif yang mencakup semua pendidikan anak Allah, karena doa itu dimulai dengan “Bapa kami yang di sorga.” Seperti semua yang ada di sorga, maka semua harus demikian di bumi; tetapi pendidikan yang berlangsung seumur hidup, pelatihan yang dalam dan drastis, terlibat dalam kesesuaian dengan sorga.
Kitab Suci orang Kristen pada zaman Perjanjian Baru adalah Perjanjian Lama. Ketika kita membaca Perjanjian Baru, seperti yang sering kita lakukan, tentang Kitab Suci – “supaya genap yang ada tertulis dalam kitab,” “seperti yang tertulis dalam Kitab Suci,” dan sebagainya – yang dimaksudkan dengan perkataan ini berhubungan dengan Perjanjian Lama. Perjanjian Lama adalah satu-satunya Kitab Suci, satu-satunya Alkitab, orang-orang Kristen pertama, orang-orang Kristen dari dekade pertama. Mereka tidak punya Perjanjian Baru yang kita miliki sekarang. Bagi mereka, Perjanjian Lama adalah Alkitab, dan Perjanjian Lama terus dipandang kembali, disebutkan, diambil dan digunakan untuk memperlihatkan sebagai contoh pengalaman rohani orang Kristen. Surat kepada orang Ibrani ini, yang kami kutip di awal, menyatakan hal ini. Dari awal sampai akhir, surat ini dikemas dengan Perjanjian Lama, Perjanjian Lama tak henti-hentinya digunakan untuk menggambarkan dan menetapkan makna kehidupan rohani orang Kristen Perjanjian Baru.
Dan apa yang kita temukan dalam Perjanjian Lama adalah ziarah, seluruhnya: ziarah dalam kaitannya dengan sorga. Mari kita melangkah kembali ke pada awalnya. Saudara lihat, maksud Ilahi dalam penciptaan adalah bahwa akan terdapatkan kerukunan yang begitu baiknya antara langit dan bumi sehingga Allah dapat berada di sini, di dunia ini dalam kesenangan, kebahagiaan, dalam perhentian, seperti halnya Dia di sorga-Nya. Ia menciptakan-nya untuk kesenangan-Nya, Ia menciptakan-nya untuk diri-Nya, Ia menciptakan-nya supaya Ia dapat datang dan pergi dalam kepuasan dan dalam perhentian dan sukacita yang sempurna. Gambaran pertama adalah gambaran Allah yang berkenan untuk datang ke dunia yang telah Ia ciptakan. Ia menciptakan-nya, dunia ini adalah hasil pekerjaan-Nya, dan kita diberitahu bahwa ketika Ia telah selesai menciptakan-nya, Ia masuk ke dalam perhentian-Nya. Perhentian-Nya ditemukan dengan berada di sini, di dalam ciptaan-Nya.
Ah, tetapi semenjak tragedi jatuh-nya manusia, langit dan bumi kehilangan keharmonisan mereka; mereka sekarang berselisih. Dunia ini bertentangan dengan sorga. Semuanya yang ada di bumi ini telah berubah. Sejauh mana dunia ini bersangkutan, Allah tidak berkenan untuk berada di dalamnya atau untuk datang ke dalamnya. Kehadiran-Nya di sini adalah dalam kesaksian, tidak dalam kepenuhan – dalam kesaksian bahwa ini adalah tempat-Nya yang sah, dalam kesaksian pada fakta bahwa “Tuhanlah yang empunya bumi serta segala isinya” (Mazmur 24:1), dalam kesaksian bahwa Ia menciptakan-nya untuk kesenangan-Nya sendiri. Tetapi Allah di sini hanya dalam kesaksian, dalam tanda. Ia harus memiliki kesaksian itu, tetapi Ia tidak ada di sini sekarang dalam kepenuhan. Dalam arti yang sangat nyata dan dalam ukuran yang sangat besar, Allah berada di luar dunia ini, dan ada pertentangan antara sorga dan bumi; dan walaupun ada kesaksian di sini, kesaksian itu sendiri ada di sini dan tidak ada di sini. Kesaksian ada di luar. Alat kesaksian akan kehadiran Allah itu sendiri adalah sesuatu yang tidak termasuk di sini. Di sini, alat itu tidak memiliki tempat tinggal; di sini alat itu tidak memiliki kota. Alat itu ada di “dalam”, tetapi bukan “dari” dalam. Alat itu adalah orang asing di dunia ini. Demikianlah nyatanya sejak jatuh-nya manusia.
Sekarang, seluruh sejarah mengenai instrumen yang diilhami untuk kesaksian itu, baik itu perseorangan ataupun persekutuan, adalah sejarah perintisan rohani dalam kaitannya dengan sorga. Apakah saudara memahami itu? Biarkan saya ulangi. Seluruh sejarah alat-alat yang dipilih dan diilhami untuk kesaksian Allah, baik perseorangan maupun persekutuan, adalah sejarah perintis-perintis yang membuka jalan, yang membelah jalan untuk dilalui, yang melakukan sesuatu yang baru sejauh mana dunia ini bersangkutan, melanggar tanah segar, membuat penemuan baru dalam kaitannya dengan sorga; perintis-perintis alam sorgawi. Seberapa banyaknya sejarah yang terkumpulkan ke dalam sebuah pernyataan seperti itu!
Mari kita lihat satu atau dua fitur dari panggilan perintisan ini. Yang pertama, mereka yang dipanggil dari sorga, ditangkap oleh sorga, untuk melayani tujuan sorgawi, menemukan bahwa pusat gravitasi mereka telah secara batiniah dan rohaniah diubah dan ditransfer dari dunia ini ke sorga. Di dalam batin ada rasa yang sangat mendalam bahwa kita tidak termasuk di sini, bahwa bumi ini bukanlah tempat perhentian kita, bahwa ini bukan rumah kita dan ini bukan pusat gravitasi kita; kita tidak tertarik pada bumi ini secara batiniah. Dalam roh perintis ada suatu perasaan yang bertentangan dengan apa yang ada di sini, yang selalu berselisih dengan dunia ini dan tidak mampu menerimanya. Saya ulangi: secara batiniah dan rohaniah, pusat gravitasi telah dialihkan dari dunia ini ke sorga. Ini adalah kesadaran bawaan, dan ini adalah hal pertama yang terjadi dalam panggilan sorgawi ini, efek pertama, hasil pertama dari panggilan kita dari atas. Kita akan kembali lagi ke hal ini di kemudian hari.
Dan kita dapat mengujinya dengan ini. Tentu saja, hal ini adalah benar bahkan bagi anak Allah yang paling tersederhana. Kesadaran pertama dari seseorang yang lahir, yang benar-benar lahir, dari atas, adalah bahwa pusat gravitasi telah berubah. Entah bagaimana, secara batiniah, kita telah pindah dari satu dunia ke dunia lain. Entah bagaimana, semua yang selama ini berhubungan dengan kita secara alami tidak lagi memegang kita: ini bukan lagi dunia kita. Dikatakan secara bagaimanapun, itu adalah kesadarannya, dan kecuali hal ini demikian, ada sesuatu yang sangat meragukan tentang profesi iman siapa-pun kepada Tuhan Yesus. Dan perasaan bawaan akan pusat gravitasi baru ini harus terus tumbuh dan tumbuh dan tumbuh dan membuatnya semakin lebih tidak mungkin bagi kita untuk menerima dunia ini dalam cara apapun. Sekali lagi saya katakan, ini adalah ujian akan kemajuan rohani kita, ziarah kita dan perkembangan kita di jalan itu. Tapi semua ini adalah dasar.
Sekali lagi, dunia lain itu, kesadaran yang telah datang ke dalam hati kita, arah menuju gravitasi itu yang telah dimulai di dalam roh kita, adalah sebuah dunia yang sama sekali tidak kita ketahui secara alami. Bagi yang alami, itu adalah alam yang sama sekali lain– berbeda, asing, yang belum dijelajahi. Tidak peduli berapa banyak yang telah pergi mendahului kita, tidak peduli berapa banyak yang sudah memulai di jalan ini dan berjalan jauh di dalamnya: untuk setiap individu, ini adalah dunia yang sama sekali baru dan dunia ini hanya bisa diketahui melalui pengalaman. Kita mungkin bisa mendapatkan pelajaran berharga dari pengalaman orang lain, dan puji Tuhan untuk semua pelajaran-pelajaran itu, tetapi dengan semua pengalaman mereka, mereka tidak bisa membawa kita satu langkah lebih jauh di jalan itu. Bagi kita semua ini adalah baru, benar-benar baru, dan asing. Kita harus mempelajari segala sesuatu tentang semua ini dari awal.
Hal ini yang menjadi perintisan – apa perintisan yang selalu adalah – sebuah jalan kesepian. Tidak ada yang bisa memberikan kita sebuah warisan. Kita harus mendapatkan milik kita sendiri di dunia itu, sebagaimana asing dan tidak dikenal; pada dasarnya menuntut sebuah konstitusi baru yang sesuai dengan dunia itu, dengan kapasitas yang tidak dimiliki secara alami. Tidak ada manusia yang dapat memahami hakekat Allah (Ayub 11:7); kita tidak memiliki kapasitas itu. Hal ini harus dilahirkan dalam diri kita dari sorga. Kita harus mendapatkan penemuan untuk diri kita sendiri mengenai segala sesuatu. Kita harus menemukan Allah bagi diri kita sendiri, dalam setiap detil akan hubungan-Nya kepada hati manusia sejauh mana Ia bersedia.
Terang dapat datang melalui kesaksian, terang mungkin dapat datang melalui Kitab Suci, bantuan mungkin datang melalui nasehat, inspirasi bisa datang kepada kita dari mereka yang telah membajak melalui dan pergi mendahului, tetapi dalam analisis terakhir kita harus memiliki tanah rohani kita sendiri di negara sorgawi, menundukkan-nya, mengolahnya dan memanfaatkannya. Saudara tahu bahwa itu benar; bahwa saudara akan berjalan menuju ke sana dalam kehidupan rohani. Saudara harus mencari tahu sendiri. Oh, bagaimana kita merindukan seseorang untuk dapat menopang kita dan membawa kita melalui pengalaman baik mereka! Tuhan tidak pernah mengizinkan itu. Jika sungguh benar kita berada di jalan sorgawi – jika kita bukan sedang baru memulai dan duduk kembali atau menyerah: jika kita bergerak maju di jalan sorgawi, kita semua adalah perintis. Akan ada nilai berharga di dalamnya yang orang lain akan datang kepadanya karena kita telah merintis, tapi ada rasa di mana setiap orang, tidak peduli seberapa jauh mereka berada di belakang, harus mendapatkan penemuan untuk dirinya sendiri, dan itu adalah yang terbaik. Pada akhirnya, tidak ada yang bekas dalam kehidupan rohani.
Jadi kita tiba ke fitur ketiga dari perintisan ini. Semua perintisan dipenuhi dengan biaya dan penderitaan besar, dan, karena ini adalah jalur atau jalan rohani, biaya perintisan ini yang terutama adalah batiniah.
Kehabisan akal; ya, kehabisan akal. Saya telah membaca terjemahan dari pesan oleh saudara kita Watchman Nee. Di dalamnya ia mengatakan, pada dasarnya, “Ada suatu masa ketika aku punya suatu ide tinggi tentang kehidupan Kristen dan aku berpikir bahwa bagi seorang Kristen untuk sampai kehabisan akal adalah seluruhnya salah; seorang Kristen untuk dihempaskan – itu semua salah; seorang Kristen untuk putus asa – hal ini seharusnya salah; jenis orang Kristen semacam apa itu? Dan ketika aku membaca Paulus mengatakan ia kehabisan akal dan berada dalam kesusahan dan mengalami keputus asaan, semua itu merupakan masalah nyata bagi aku, dalam terang dari apa yang telah aku ajarkan diriku sebagaimana seorang Kristen seharusnya menjadi; tetapi aku harus melihat bahwa tidak ada yang salah dengan semua ini sama sekali.” Ya: seorang Kristen, dan seorang Kristen seperti Rasul Paulus, kehabisan akal, dan terhempaskan, dan putus asa. Itulah jalan perintis.
Bingung. Apa yang kebingungan menyiratkan? Kata ini menyiratkan kebutuhan untuk kapasitas atau pemahaman di beberapa hal yang saat ini tidak ada. Ada sebuah dunia yang berada di luar saudara. Ini tidak berarti bahwa saudara akan selalu bingung dalam ukuran yang sama atas hal yang sama. Saudara akan tumbuh keluar dari kebingungan saudara mengenai hal ini, dan saudara akan mengerti; tetapi akan ada kebingungan sampai terakhir, dalam beberapa ukuran, hanya karena sorga lebih besar dari dunia ini, lebih luas dari kehidupan alam ini, dan kita harus terus bertumbuh. Kebingungan adalah bagian dari perintis.
Kelemahan. Saudara Nee bertanya, “Seorang Kristen dalam kelemahan dan mengaku menjadi lemah? Jenis orang Kristen semacam apa itu?” Paulus berbicara banyak tentang kelemahan, dan tentang kelemahannya sendiri – yang berarti, tentu saja, bahwa ada sejenis kekuatan lain yang bukan kekuatan kita sendiri, yang harus ditemukan; sesuatu yang kita tidak ketahui secara alami. Ini adalah jalan perintisan: untuk tiba ke suatu kebijaksanaan yang berada di luar kita dan untuk sementara waktu yang berartikan kebingungan; untuk tiba ke suatu kekuatan yang berada di luar kita dan untuk sementara waktu yang berartikan kelemahan dalam diri kita sendiri. Kita sedang belajar, itu saja. Ini adalah jalan perintis, tetapi jalan ini penuh dengan biaya. Biaya ke batiniah, seperti itu, dalam berbagai cara.
Tetapi sementara hal ini batiniah, hal ini juga lahiriah. Surat kepada orang Ibrani ini sungguh penuh dengan kedua aspek dari ziarah ini. “Mereka semua ini … mengakui bahwa mereka adalah orang asing dan pendatang di bumi ini” (Ibrani 11:13). Ini adalah perjalanan rohani, transisi dari yang duniawi ke yang sorgawi, yang Rasul Paulus tuliskan. Ada aspek batiniah. Tapi ada aspek lahiriah bagi mereka, dan hal ini sama bagi kita. Seluruh kecenderungan alami, jika dibiarkan begitu saja, selalu menuju ke bawah. Biarkan segala hal pada dirinya sendiri, dan turun mereka pergi, di seluruh alam. Apakah itu tidak benar? Sebuah taman yang indah akan menjadi ketandusan liar, kerusuhan dan kekacauan, dalam waktu singkat, jika saudara mengambil tangan yang menata dari taman itu. Dan hal ini berlaku bagi kita secara rohani – gravitasi ke bumi, selalu ingin menetap, selalu ingin mengakhiri konflik dan pertarungan, selalu ingin keluar dari suasana stres dalam kehidupan rohani. Seluruh sejarah Gereja adalah satu cerita panjang akan kecenderungan untuk menetap di bumi ini dan untuk menjadi serupa dengan dunia ini, untuk menemukan penerimaan dan popularitas di sini dan untuk menghilangkan unsur konflik dan keziarahan. Ini adalah tren dan kecenderungan dari segala sesuatu. Oleh karena itu secara lahiriah, serta batiniah, perintisan adalah hal yang penuh dengan biaya.
Saudara menghadapi tren hal-hal keagamaan. Lihat lagi surat kepada orang Ibrani ini. Kecenderungan-nya adalah untuk mundur dan turun ke bawah ke bumi ini, untuk membuat Kekristenan sebuah sistem agama duniawi, dengan semua eksternalitasnya, bentuknya, upacara-upacaranya, ritualnya, jubahnya; sesuatu di bumi ini untuk dapat dilihat dan yang menjawab kepada indra manusia. Ini adalah daya tarik besar kepada orang-orang Kristen di sini; semua hal ini menjadi daya tarik besar bagi jiwa mereka, kodrat mereka, dan surat ini ditulis untuk mengatakan, “Marilah kita menanggalkan semua ini dan berjalan terus.” Kita adalah pendatang, kita adalah orang asing, hanya yang sorgawilah yang penting – saudara ingat ayat besar itu tentang kedatangan kita ke Yerusalem sorgawi (Pasal 12:18-24).
Tapi ini adalah hal yang penuh dengan biaya dan penderitaan untuk datang melawan sistem agama yang telah “menetap” di sini. Hal ini, kadang-kadang saya merasa, jauh lebih mahal daripada datang melawan dunia telanjang itu sendiri. Sistem agama dapat menjadi lebih kejam dan ganas dan pahit; sistem agama dapat digerakkan oleh semua hal-hal kejam itu, hal-hal tercela, prasangka dan kecurigaan, yang saudara bahkan tidak akan temukan di orang-orang layak di dunia ini. Hal ini sangat penuh dengan biaya untuk pergi ke yang sorgawi, sangat menyakitkan; tetapi ini adalah jalan perintis, dan harus ditetapkan bahwa hal ini akan selalu demikian. Ungkapan dalam surat ini adalah, “Karena itu marilah kita pergi kepada-Nya di luar perkemahan dan menanggung kehinaan-Nya” (Ibrani 13:13) – dan saya biarkan saudara untuk memutuskan apa yang dimaksudkan dari perkemahan ini; perkemahan ini bukanlah dunia. “Kepada dia yang berada di luar perkemahan” berarti pengucilan, kecurigaan.
“Dalam iman mereka semua ini telah mati sebagai orang-orang yang tidak memperoleh apa yang dijanjikan itu, tetapi yang hanya dari jauh melihatnya dan melambai-lambai kepadanya” – bukankah ini adalah visi perintis – selalu dari jauh melihatnya dan melambai-lambai kepadanya; menantikan hari itu, meskipun mungkin hari itu melampaui hari kehidupan kecil ini; melambai-lambai kepada hari pernyataan? – “dan yang mengakui, bahwa mereka adalah orang asing dan pendatang di bumi ini. Sebab mereka yang berkata demikian menyatakan, bahwa mereka dengan rindu mencari suatu tanah air. Dan kalau sekiranya dalam hal itu mereka ingat akan tanah asal, yang telah mereka tinggalkan, maka mereka cukup mempunyai kesempatan untuk pulang ke situ. Tetapi sekarang mereka merindukan tanah air yang lebih baik yaitu satu tanah air sorgawi. Sebab itu Allah tidak malu disebut Allah mereka” – Allah tidak malu akan mereka yang sedang berziarah dengan diri-Nya sampai akhir-Nya; Ia menyebut mereka milik-Nya sendiri dan Ia “disebut Allah mereka” – dan “Ia telah mempersiapkan sebuah kota bagi mereka” (Ibrani 11:13-16).
Itu adalah ringkasan yang luar biasa, ketika saudara memikirkannya. “Mereka semua” – sungguh lengkap kata “semua” itu! Dan menutupi mereka semua, dikatakan bahwa mereka telah melihat sesuatu – dan setelah melihat mereka tidak pernah bisa beristirahat, sampai hari terakhir mereka dan napas terakhir mereka di bumi ini. Mereka masih pendatang, mereka tidak pernah bisa beristirahat, ada di dalam mereka sesuatu yang disebut panggilan dari yang tak terlihat. Ini adalah sesuatu yang harus datang ke kita dari sorga untuk mendapatkan kita ke sorga. Apakah saudara mengerti semua ini?
Yah, seperti yang akan kita lihat, ini adalah kunci dari segalanya, hal ini menjelaskan segalanya. Ini adalah jaminan – oh, terpujilah Allah untuk hal ini, sekiranya bahwa lebih banyak dari umat Tuhan yang mengetahui hal ini dalam kekuasaan yang lebih besar! – ini adalah jaminan bahwa semua yang ada di dalam diri kita akan kerinduan dan keinginan dan pencarian, yang lahir dari Roh Allah, akan dinyatakan.
Apakah saudara lapar? Apakah saudara rindu? Apakah saudara tidak puas? Itu sendiri merupakan nubuat bahwa ada lagi yang lebih. Apakah saudara puas? Apakah saudara telah menetap? Apakah visi saudara pendek dan sempit? Dapatkah saudara berjalan di sini saja? Dapatkah saudara menerima hal-hal sebagaimana adanya? Baiklah, saudara akan ditinggalkan di sana, saudara tidak akan berjalan jauh. Allah memanggil diri-Nya sebagai Allah dari mereka yang adalah pendatang. Ia adalah Allah pendatang, dan, melepaskan diri kita dari semua pemikiran akan ziarah secara harfiah – jika saudara suka, dari sorga secara harfiah, karena saya tidak tahu di mana sorga berada, tetapi saya tahu bahwa ada pemerintahan sorgawi dan bahwa saya sedang ditangani sehubungan dengan hal tersebut setiap hari dalam hidup saya – mari kita tinggalkan sisi harfiah, dan melihat yang rohani, yang begitu nyata; dan mari kita meminta Tuhan untuk menempatkan semangat ziarah ini di dalam diri kita sekuat tenaga.
Saudara akan menemukan semakin saudara berjalan, bahwa, sedangkan pada satu titik dalam kehidupan rohani saudara, semuanya begitu indah dan begitu penuh sehingga saudara merasa bahwa saudara telah mencapai akhir dari segalanya, akan datang suatu waktu ketika semua itu akan seperti tidak berarti apa-apa, dan saudara melihat kembali kepadanya sebagai sekedar masa bayi. Hal-hal yang saudara mampu baca saat itu dan mendapatkan berkah: saudara berkata, “Bagaimana aku bisa menemukan sesuatu dalam hal ini sama sekali?” Jangan salah paham: tidak ada yang salah dengan hal itu, semua itu adalah benar untuk orang-orang pada saat itu – tetapi saudara telah berjalan maju, saudara harus mendapatkan sesuatu yang lebih dari itu. Kita harus selalu terus tumbuh melampaui hal-hal sebelumnya, berjalan ke depan. Kita harus menjadi orang-orang yang melampaui. Ini mungkin adalah arti kata “Ibrani”. Surat ini disebut sebagai surat kepada orang Ibrani, dan surat ini berbicara tentang pendatang dan orang asing, dan jika kata “Ibrani” berarti seseorang dari luar, baiklah, kita adalah orang-orang dari luar, rumah kita dan gravitasi kita berada di luar. Kita adalah pendatang di sini, pendatang dari luar.
Semoga Tuhan menjadikan ini hal yang membantu, dan di satu sisi menggerakkan kita keluar dari setiap kelesuan atau kepuasan palsu, atau kerinduan yang tidak semestinya untuk mencapai akhir di sini, dan, di sisi lain, menjaga mata dan hati kita tertuju dengan mereka yang telah merintis sebelumnya, melihat dan melambai-lambai, dan, jika perlu, mati, dalam iman.
Sesuai dengan keinginan T. Austin-Sparks bahwa apa yang telah diterima secara bebas seharusnya diberikan secara bebas, karya tulisannya tidak memiliki hak cipta. Oleh karena itu, kami meminta jika Anda memilih untuk berbagi dengan orang lain, mohon Anda menghargai keinginannya dan memberikan semua ini secara bebas - tanpa d'ubah, tanpa biaya, bebas dari hak cipta dan dengan menyertakan pernyataan ini.