oleh
T. Austin-Sparks
Diedit dan disediakan oleh Golden Candlestick Trust. Judul asli: "Prayer". (Diterjemahkan oleh Silvia Arifin)
Kita lanjutkan sekarang dengan beberapa kesulitan dalam kaitannya dengan doa, yang mengikuti kesulitan yang muncul dalam mendamaikan ketekunan dengan ketundukan dan ketundukan dengan ketekunan. Ada kesulitan yang juga kadang-kadang merayap masuk dalam hal menghubungkan iman dengan ketekunan dan ketekunan dengan iman. Di sini juga, kadang-kadang tampaknya ada konflik dalam pikiran, dan seperti yang telah kita katakan tentang hal-hal lain, ini, jika tidak dituntaskan dan didefinisikan dengan jelas dan secara serius diambil dan dihancurkan oleh kita, akan menetap sebagai salah satu hal yang melemahkan dalam hal doa. Apakah ketekunan menyangkal iman? Apakah iman berarti bahwa saudara menghentikan ketekunan saudara? Disebutkan, tentu saja, hanya sebagai kesulitan intelektual atau mental, kita dapat segera melihat bahwa mungkin ada sesuatu yang harus diselesaikan, tetapi selain membawanya keluar ke dalam bentuk kata-kata yang jelas, faktanya seringkali terletak di latar belakang pikiran kita. Jadi kita harus berusaha untuk menyingkirkan sedikit kesulitan ini jika ini ada di sana atau jika ini harus datang ke sana, dan sejauh mungkin selama-lama-nya menahannya.
Sekarang, ada orang-orang dengan siapa kita telah berhubungan (dan mungkin diri kita sendiri telah ditemukan dalam kategori yang sama) yang mencoba untuk menumbuhkan suatu keadaan di mana mereka hanya dengan tenang menerima segalanya dan percaya bahwa Allah akan melakukan yang terbaik bagi mereka. Mereka berusaha untuk menerima segala yang datang, tidak menolak apa pun dan tidak mendesak untuk apa pun, dan gagasan mereka adalah ini merupakan iman pada saat yang terbaiknya, sehingga apa pun seperti ketekunan atau kegigihan dalam doa tidak memiliki tempat; ini tidak sesuai dengan iman. Sekarang, untuk membuat posisi seperti itu menjadi mutlak adalah, pertama-tama, untuk menyangkal pengajaran Alkitab tentang doa dan iman. Saudara tidak dapat dengan benar memahami pengajaran Firman tentang hal-hal itu dan membuat posisi seperti itu mutlak atau menyelesaikannya, akhirnya. Memang benar bahwa ketekunan atau desakan – saya pikir kata yang terakhir dalam hubungan ini adalah kata yang lebih cocok – desakan mungkin adalah kekurangan iman dan penerimaan mungkin adalah jalan iman, tetapi sebelum saudara dapat memutuskan bahwa memang demikian dalam kedua kasusnya, ada hal-hal lain yang harus diperhitungkan.
Sebagai contoh, Paulus pada suatu waktu ditemukan dalam dunia ketekunan yang, jika tidak hampir sepenuhnya, sama dengan desakan dan bahwa dalam hubungannya dengan duri dalam daging yang karena-nya ia memohon kepada Tuhan tiga kali. Dan mengenal laki-laki ini, kekuatan alaminya, sifatnya, kita mungkin tidak salah menilai dia jika kita mengatakan bahwa ketekunannya sama dengan desakan, atau hampir seperti itu. Sikapnya adalah bahwa duri ini harus pergi. Itu adalah sebuah halangan yang merupakan batasan dan jadi ia bersikeras dalam memohon kepada Tuhan agar duri itu dapat dihilangkan; penerimaan, pada pihaknya, menjadi jalan iman. Tetapi ia telah, melalui latlihan, datang untuk melihat dengan pasti bahwa penerimaan adalah jalan iman. Ia tidak, tepat pada permulaannya, mengambil sikap: “Yah, aku sudah mendapatkan duri, Tuhan tahu semuanya tentang duri itu, aku tidak akan mengatakan apa pun, aku hanya akan menerimanya.” Tidak, ia tidak mengambil hal-hal seperti itu, ia masuk ke dalam penyelidikan yang sangat tekun dengan Tuhan tentang hal ini, mencari Tuhan tentang hal ini, dan melalui latihannya ia datang untuk melihat bahwa imannya adalah untuk datang menerimanya. Iman baginya adalah masalah penerimaan dan bukan pembebasan. Desakan mungkin, oleh karena itu, bisa berupa kurangnya iman. Ia datang kepada sebuah keyakinan. Harus ada keyakinan melalui latihan sebelum saudara menerima situasinya. Saudara harus mencapai kepada yang positif. Iman adalah hal yang positif.
Sekarang, penerimaan dan kepasifan mungkin merupakan ketiadaan-nya iman, dan tindakan mungkin benar-benar diperlukan sehingga ketekunan atau kegigihan tidak bertentangan dengan iman; itu adalah sebuah bantuan untuk iman dan bekerja ke arah iman, dan menjadi dasar di mana kita ditegakkan dalam iman kita. Saya harap metode argumen ini tidak terlalu abstrak, sehingga saudara dapat memahaminya. Hal yang telah kami katakan adalah bahwa penerimaan dan kepasifan mungkin merupakan ketiadaan iman dan tindakan mungkin diperlukan – tindakan yang mengarah kepada keyakinan dan keyakinan menjadi fondasi iman. Saudara tidak sampai pada iman yang mapan hanya melalui tindakan yang dengannya saudara telah mencapai keyakinan. Itu semuanya bertentangan dengan penerimaan awal yang hanyalah bersifat pasif dari suatu situasi di sepanjang garis, “Yah, Tuhan itu baik dan aku meninggalkan segalanya dengan Dia, mengambil apa yang Ia kirim.” Itu bukanlah kehendak-Nya bagi kita, sebab, seperti yang telah kita tunjukkan, kehendak Allah adalah begitu sering relatif dalam kasus kita, dan ini hanyalah ketika kita mengambil situasinya bahwa kita datang kepada objek dari kehendak permisif Allah, dasar yang positif. Sekarang dalam hal ini Allah telah dikenal sering menyediakan tempat untuk berdebat dan beperkara dengan diri-Nya sendiri. Kita memiliki dasar dalam Firman Allah untuk mengatakan itu: bahwa Tuhan akan bertindak sejauh mengambil sikap sendiri, menciptakan, menjadikan suatu keadaan atau serangkaian keadaan-keadaan, atau menyerukan untuk berdebat dengan diri-Nya sendiri: “Marilah, baiklah kita beperkara! – firman Tuhan.”
Dan dalam kasus Musa, lebih dari sekali ia masuk ke dalam apa yang mungkin disebut sebagai sebuah kontroversi dengan Allah, dan masalahnya adalah, di permukaannya, bahwa Musa menang. Kita akan melihat dalam hubungan lain, saat ini, bahwa ia tidak menang, Allah menang. Tetapi Tuhan telah memproyeksikan situasinya untuk menarik keluar hamba-Nya ke dalam argumen nyata dengan diri-Nya sendiri tentang suatu masalah demi mencapai akhir yang positif. Itu adalah sebuah situasi yang dipicu oleh Tuhan, yang tidak dapat diterima sebagai yang konsisten dengan akhir dan tujuan Tuhan, dan Tuhan ingin hamba-hamba-Nya untuk melihat ketidak-konsistenan-nya dan menariknya keluar, sehingga pada akhirnya ini harus diubah. Jika Musa telah berkata: “Ini adalah situasi yang sangat buruk. Aku tidak memahaminya, tetapi Tuhan telah mengijinkannya dan aku harus menerimanya. Dengan semua misteri dan kontradiksi yang nyata tentang itu, aku harus percaya Tuhan tahu apa yang sedang Ia lakukan dan mencoba dan berjalan terus.” Tuhan tidak bermaksud Musa untuk mengambil sikap itu; Tuhan telah mengendapkan hal itu hanya untuk tujuan yang berlawanan, sehingga persetujuan pasif belaka menjadi bertentangan dengan kehendak Allah. Oleh karena itu, jika Tuhan menyediakan tempat untuk argumentasi atau perdebatan dengan-Nya secara hormat atas pertanyaan-pertanyaan tentang kehormatan-Nya sendiri, ini telah diputuskan untuk selamanya bahwa apa pun seperti yang bersifat agresif dengan Tuhan, dalam ketekunan dan kegigihan, tidak bertentangan dengan pikiran Tuhan. Kita akan menyentuhnya lagi saat ini pada koneksi lain.
Mari kita katakan lagi, iman selalu merupakan prinsip aktif dan tidak pernah pasif, dengan cara apa pun iman bekerja. Jika iman sampai pada persetujuan dan penerimaan, iman harus sampai pada itu melalui latihan dan oleh karena itu, iman adalah hal yang aktif dan bukan hal yang pasif. Jika iman mengambil arah yang berlawanan, ini jelas bahwa itu tidak pasif; yaitu, jika iman mengambil kebalikan dari persetujuan dan penerimaan, maka tentunya iman tidak pasif. Tetapi iman selalu merupakan prinsip aktif dengan cara apa pun iman bekerja, dan ini bukanlah iman hanya untuk duduk dan berkata, “Segala sesuatunya sebagaimana adanya dan aku menerimanya, aku tidak bergumam, aku tidak meminta untuk hal lainnya, aku percaya Tuhan dalam kebaikan-Nya … ini semuanya akan baik-baik saja.” Itu bukanlah kerja sama dengan Allah dalam iman. Ada tempat untuk penyelidikan tentang segala sesuatu dan setelah latihan dan penyelidikan itu, kita mungkin datang ke tempat di mana kita harus mengatakan, “Ya, baiklah, itu adalah Tuhan, aku menerimanya.” Itu adalah iman yang aktif. Kita mungkin, setelah penyelidikan, datang untuk mengatakan, “Di dalam hatiku, Roh Tuhan mengatakan bahwa situasi tidak boleh diambil sebagai kehendak Allah, dan oleh karena itu, aku tidak dapat menerimanya dan iman-ku teguh bahwa itu akan diubah, dipindahkan, atau dibuat untuk melayani suatu tujuan dan kemudian dikesampingkan.” Kita tidak boleh berpikir bahwa doa dimaksudkan untuk menjadi alat hemat tenaga kerja. (Saudara dapat membuatnya apa pun yang saudara inginkan).
Sekarang, kita meneruskan ke kesulitan lebih lanjut yang begitu sering hadir, yaitu, pertanyaan tentang pengetahuan Ilahi sehubungan dengan doa. Pertanyaannya adalah: apakah pengetahuan Ilahi yang sempurna membuat doa tidak diperlukan? “Bapamu mengetahui apa yang kamu perlukan, sebelum kamu minta kepada-Nya”; lalu mengapa bertanya? Itu adalah bentuk masalah yang sangat sederhana, tetapi itu membuka ke kisaran yang jauh lebih besar. Allah tahu segalanya – untuk menggunakan kata yang lebih akademis, Ia maha-tahu. Ia tahu segala kebutuhan kita, kita tidak dapat memberi tahu Dia apa pun. Kita tidak dapat memberi tahu Dia apa pun yang belum Ia ketahui, dan Ia tahu akhirnya dari awalnya. “Ia tahu jalan yang aku ambil.” Pengetahuan-Nya sempurna. Apakah doa kemudian menjadi tidak perlu? Apakah tidak ada tempat untuk memberi tahu Tuhan hal-hal, meminta kepada Tuhan untuk memenuhi kebutuhan yang dibawa kepada-Nya, kebutuhan yang kita beritahu? Apakah tidak ada tempat untuk memberitahukan kebutuhan kita kepada Tuhan, melihat Ia mengetahui segala hal? Dan apakah finalitas pengetahuan-Nya, bahwa Ia mencapai akhir dari sesuatu dalam pengetahuan-Nya dan tahu persis apa yang akan menjadi akhirnya, berarti apa yang dapat kita harapkan untuk pengaruhi melalui doa? Pertanyaan atau masalah itu dapat dinyatakan dengan lebih banyak cara daripada yang saya sajikan. Kita melanjutkan untuk mencoba mengilustrasikannya dan membukanya dan menjawabnya dalam ukurannya setidaknya. Dan di sini sekali lagi datang masuk apa yang telah kita katakan dalam hubungan-hubungan lain, bahwa sementara ‘segala pengetahuan’ Allah tetap, doa adalah cara Ilahi untuk membawa kita ke dalam pengetahuan Ilahi. Ini adalah satu hal untuk mendapatkan permintaan sederhana dinyatakan dalam banyak hal-hal luar. Ini adalah hal yang cukup lain, dan jauh lebih baik dari itu, ketika kita dapat mengatakan sebagai hasil dari pendidikan doa: aku telah datang untuk belajar bahwa Tuhan tidak melakukan hal-hal dengan cara ini atau dengan cara itu, tetapi bahwa Tuhan bertindak atas prinsip-prinsip yang pasti dan oleh hukum-hukum yang pasti.
Sekarang, itu adalah dua tingkat kehidupan. Yang satu adalah kanak, tingkat TK; yang lainnya adalah tingkat anak lelaki, tingkat kedewasaan. Ini adalah hal yang sangat indah, hal yang sangat menyenangkan, hanya untuk bertanya kepada Tuhan untuk melakukan sesuatu yang bersifat objektif secara eksternal dalam banyak kejadian-kejadian biasa dalam kehidupan sehari-hari, atau dalam perjalanan hidup, dan hanya mendapatkan sebuah jawaban. Ini telah dilakukan, saudara lihat, ini diberikan; sangat indah, tetapi pertanyaan-nya tetap: prinsip apa yang telah saudara pelajari? Saudara hanya meminta dan menerima. Ketika saudara menghadapi hal-hal yang jauh lebih besar dan lebih kompleks dari masalah-masalah pekerjaan, dan masalah rohani orang lain dalam pekerjaan Tuhan di mana kekuatan utama alam semesta terlibat, di mana Iblis mendapatkan sebuah pijakan dan kuasa dari kegelapan telah menguasai dan ada sebuah situasi yang bukanlah situasi sederhana dengan cara apa pun, dan saudara meminta Tuhan untuk mengubahnya, saudara berusaha untuk mengatasinya sama seperti saudara mengatasi, mungkin, dapat dikatakan makanan saudara berikutnya: “Tuhan, Engkau tahu aku tidak memiliki sarapan, tolong kirimkan aku sarapan besok pagi.” – dan Tuhan menjawab; untuk mencoba berurusan dengan hal itu pada prinsip itu dan hal itu tidak berhasil, tidak terjadi – di mana saudara berada sekarang? Ada sebuah pengetahuan tentang Allah yang sempurna dalam kaitannya dengan hal itu dan yang mampu memecahkan masalah yang lebih dalam itu, tetapi Tuhan ingin kita untuk memiliki pengetahuan itu, atau masuk ke dalam pengetahuan itu, dan mengetahui prinsip-prinsipnya dan hukum-hukumnya yang mengaturnya, dan doa adalah cara yang digunakan Tuhan untuk membawa kita ke dalam pengetahuan Ilahi dan ke dalam kebenaran segala sesuatu.
Sekarang, Roh Kudus ada di dalam kita sebagai apa yang kita sebut pilot, dan ketika kita menyaksikan Dia bekerja di dalam hati kita sendiri, di dalam roh kita sendiri, kita akan belajar banyak pelajaran tentang karakter sorgawi – pelajaran dari tatanan sorgawi. Saya tidak tahu apakah saudara pernah berdiri di samping seorang pilot. Saya ingat suatu kali berada di anjungan kapal ketika pilot datang. Kapten menyerahkan kepada pilot dan pilot memberikan instruksi-nya kepada lelaki di belakang kemudi. Ada pelabuhan; pelabuhan harus dimasukki. Di sini ada laut terbuka. Bukannya langsung lurus ke pelabuhan, pilot memutar kapal menghadap ke laut dan membentuk lingkaran sehingga berjajar lurus dengan pelabuhannya. Setiap pengamat biasa tidak melihat alasan apa pun mengapa ia seharusnya tidak langsung menuju pelabuhan. Tidak ada penghalang yang jelas, kedalaman air sepertinya bukanlah suatu pertanyaan, dan saya berkata kepada kaptennya: “Mengapa masuk dengan cara seperti ini?” Yah, katanya ada dua tonggak batas, yang satu adalah menara gereja di kota dan yang lainnya adalah beberapa titik, sebuah menara atau sesuatu, di pantai dan pilot itu tahu bahwa ketika ia mendapatkan kedua hal itu benar-benar sesuai, ia mendapatkan pertengahannya dan ia bisa langsung masuk, dan pekerjaannya sangatlah sederhana. Ia datang tepat di samping, dan ia tidak harus menggeliat ketika ia masuk untuk didorong masuk. Ia telah memiliki pengetahuan tentang hal ini yang tidak kita miliki; kita hanya harus siap berdiri dan belajar. Tidak diragukan, setelah berada di pelabuhan ini dengan seorang pilot, saya dapat melakukannya sendiri, tetapi saya telah belajar rahasianya untuk masuk ke pelabuhan itu.
Ini hanyalah seperti itu. Roh Kudus ada di dalam kita dengan pengetahuan sorgawi, dan ketika kita melihat Dia dalam roh kita sendiri, kita belajar hal-hal menurut tatanan sorgawi, dan itu terutama dilakukan dalam doa, bahwa ketika kita berdoa Roh mengambil jalan tertentu di dalam kita yang, jika kita peka secara rohani, kita menyadarinya. Roh mengambil jalan ini, Tuhan menunjukkan hal tertentu; dan kita sampai pada kesimpulannya: “Oh, begitulah cara Tuhan melakukannya! Itu adalah prinsip operasi Tuhan!”, dan jadi kita datang untuk memiliki pengetahuan dan hikmat yang lebih tinggi dan masuk ke dalam pengetahuan Allah atas hal-hal di dalam doa. Sehingga Allah tidak puas, dan tidak akan puas untuk memiliki semua pengetahuan-Nya hanya sebagai di dalam diri-Nya sendiri. Ia telah menciptakan kita agar Ia dapat membagikan pengetahuan itu kepada kita, bukan untuk membuat kita maha-tahu, untuk menginvestasikan kita dengan sifat-sifat Ketuhanan, tetapi untuk membuat kita berbagi pengetahuan-Nya dan untuk datang melihat bahwa pemahaman-Nya tentang hal-hal selalu melampaui pemahaman manusia. Sehingga iman dalam hubungan kedua ini bukanlah membabi buta terjun; ini adalah kecerdasan batin, persekutuan. Iman tidak pernah membabi buta terjun, iman selalu merupakan hal yang cerdas, bukan pengetahuan manusia biasa, tetapi pengetahuan batiniah itu. Bacalah Ibrani 11 lagi dan saudara akan melihat bahwa meskipun mereka tidak melihat pada tingkat alami, seluruh jalan hal-hal, iman orang-orang kudus selalu didasarkan pada beberapa kecerdasan rohani. Mengapa mereka menolak pembebasan? Itu bukan membabi buta mengambil risiko, mempertaruhkan akibatnya. Itu adalah karena secara batiniah, iman menangkap Allah bahwa itulah jalan Allah bagi mereka dan harus mengarah kepada masalah yang memuliakan Allah. Dan seluruh pasal itu, Ibrani 11, dituliskan untuk membuktikan iman; bukan untuk membenarkan penerjunan membabi buta pada pihak umat, tetapi untuk membenarkan iman dalam kecerdasannya. Tetapi kecerdasan rohani adalah sesuatu dalam dirinya sendiri. Ini adalah menangkap hikmat Ilahi.
Doa adalah wilayah di mana Roh mengajarkan pengetahuan dan kita, oleh karena itu, harus berusaha mendaftarkan arahan Roh ketika kita menantikan Tuhan. Doa bukan hanya sekedar pergi ke hadirat Allah, mengambil suatu postur dan menanyakan banyak hal-hal, bangkit berdiri dan pergi. Doa adalah penantian kepada Tuhan untuk mendapatkan sebuah pendaftaran dari Tuhan tentang arahan Roh. Selanjutnya, Tuhan telah mengikat kita kepada diri-Nya sendiri oleh Roh-Nya; tuntunan Roh menuntut berjalan di dalam Roh. Fondasi kehidupan di dalam Roh adalah doa. Ambillah tipe Perjanjian Lama, tiang awan. Melalui tiang awan itu, umat Tuhan dihubungkan dengan diri-Nya sendiri. Keberhentian, kelangsungan perjalanan, arahnya semuanya terkait dengan tiang awan, tetapi itu tidak cukup. Mata mereka harus tertuju pada awan untuk mengetahui kapan mereka harus pergi, kapan mereka harus berhenti, dan ke arah mana mereka harus ambil: dan ini adalah roh kita, dipercepat, diterangi, bergabung dengan Tuhan yang bertindak bagi kita sebagai mata yang melihat ke arah mana Roh pergi, kapan Roh bergerak, dan kapan Ia tidak bergerak. Di situlah Musa begitu sangat terancam pada satu kesempatan, dalam memohon kepada mertuanya untuk datang dan untuk menjadi bagi mereka sebagai mata. Itu adalah hal yang sangat diberkati ketika hal itu rusak.
Sekarang di sini lagi, dalam hubungan ini, pelatihan moral muncul. Belajar dalam doa apa yang berkenan bagi Allah dan apa yang tidak berkenan bagi Allah. Ini adalah pengetahuan moral yang penting. Jenis pengetahuan lainnya (yaitu, bolehkah saya katakan, lebih banyak pengetahuan mental tentang Tuhan) adalah pengetahuan yang sangat penting. Tetapi dengan Tuhan, pengetahuan moral mengambil tempat yang sangat besar; pengetahuan moral itu yang berkarakterkan ini, mengetahui apa yang menguntungkan dan apa yang tidak menguntungkan bagi Tuhan, apa yang berkenan bagi Tuhan dan apa yang tidak berkenan bagi-Nya. Itu adalah pembuatan hati nurani di dalam diri kita, hati nurani rohani, hati nurani moral ciptaan baru, pembentukan suatu selera. Saudara mungkin berpikir bahwa selera itu alami, itu adalah bagian dari konstitusi kita, tetapi jika saudara berpikir sedikit lebih hati-hati, saudara akan memutuskan bahwa itu tidak demikian. Selera itu terbentuk. Dan selera adalah sebagian besarnya, jika tidak sepenuhnya, sebuah masalah tentang apa yang saudara terbiasa dengan dan apa yang saudara tidak terbiasa dengan. Saudara dapat memperoleh sebuah selera atau saudara dapat begitu tumbuh ke dalam sesuatu sehingga sesuatu yang selain dari itu tidak sesuai dengan selera saudara. Beberapa orang dapat makan dan menikmati keju yang sudah begitu tua! Bagi yang lain, mereka belum pernah dilatih seperti itu; itu adalah selera yang didapat. Makhluk yang malang yang hidup dalam semua kemelaratan, kelalaian, kegelapan, dan kekotoran kota kafir tidak mencatat sesuatu yang menjijikkan. Mereka telah tumbuh di sana. Itu adalah kehidupan asli mereka. Jika saudara membersihkan mereka, mereka akan merasa tidak nyaman dan tidak tahu apa yang harus dilakukan. Mereka harus mendapatkan selera lain untuk kebersihan dan ketertiban. Kita tidak dilahirkan begitu banyak dengan selera sebab itu adalah masalah tentang apa yang telah kita miliki dan tidak miliki – sesuatu yang dikembangkan dengan alasan kehidupan yang kita jalani – apa yang kita miliki dan apa yang tidak kita miliki.
Sekarang, itu adalah selingan tentang selera moral dari sudut pandang Ilahi, apa yang berkenan bagi Allah dan apa yang tidak berkenan bagi-Nya, dan kita harus belajar selera rohani dan moral itu dan memperolehnya. Kita melakukan itu di hadapan Tuhan dalam doa. Tidak ada tempat di mana kita datang dengan lebih jelas untuk mengenali apa yang berkenan bagi Tuhan dan apa yang tidak berkenan bagi Tuhan, lebih dari pada tempat doa dan doa seharusnya memiliki efek itu terhadap kita. Sehingga pengetahuan moral (inilah yang kita sebut “pengetahuan moral”) dikembangkan dalam doa, dan doa adalah untuk tujuan itu. Dan ini adalah hal yang paling mengesankan dan mengejutkan bahwa sementara dalam bisnis dan pekerjaan kehidupan biasa kita dapat melanjutkan dengan cara-cara tertentu melalui hari-hari, dan ketika kita kembali ke waktu tenang doa dengan Tuhan, sesuatu datang kembali dan memukul kita tentang apa yang terjadi pada hari itu, dan kita tidak peka terhadap hal itu pada saat itu. Roh Kudus bertindak kepada kita sebagai pikiran yang supra-sadar yang menyimpan segala sesuatu dan pada waktu yang tepat, ketika hal itu masuk ke dalam alam yang benar, suasana yang jelas, Ia menunjukkan kepada kita dalam doa, hal-hal yang salah yang terjadi pada hari itu. Kita tidak mendaftarkan mereka pada saat itu; demikian juga Roh Kudus menyetujui apa yang sesuai dengan pikiran Tuhan, dan mengetahui suatu perasaan damai dan tenang, kejernihan dengan Tuhan. Nah, ini adalah pengetahuan moral. Ini adalah masuknya kita ke dalam pengetahuan tentang Tuhan, sehingga bukan-nya menjadi pencegah doa, kemaha-tahuan Tuhan adalah saat yang tepat untuk berdoa, agar kita dapat masuk ke dalam suatu pengetahuan yang tidak kita miliki baik secara mental maupun moral. ‘Segala pengetahuan’ Ilahi lebih merupakan alasan untuk berdoa daripada sebaliknya.
Kemudian lagi, doa yang membawa kita ke hadirat kemaha-tahuan Ilahi memiliki efek mendirikan pemerintahan kehidupan rahasia kita. Seseorang yang hidup dalam persekutuan dengan Tuhan akan menemukan pemeriksaan yang cepat terhadap pemikiran dan penilaian dan kritik dan sebagainya, yang mungkin tidak pernah diungkapkan oleh bibir. Dalam hidup kita satu sama lain, kita menahan diri dari mengatakan banyak hal, baik karena kita akan malu untuk perkataan itu didengar atau kita akan takut akan konsekuensi dari perkataan itu didengar. Ada banyak keheningan di dunia ini yang merupakan keheningan yang bijaksana karena konsekuensinya. Saudara mungkin adalah yang paling memfitnah dalam pikiran saudara, tetapi jika saudara memasukkannya ke dalam kata-kata, saudara akan mendapatkan kesulitan, jadi saudara tidak mengatakannya. Fitnah ada di sana sama saja. Datanglah ke hadirat segala pengetahuan Allah dan saudara menyadari fitnah itu sama terang-benderangnya di hadirat-Nya sama seperti jika saudara telah memasukkannya ke dalam kata-kata di hadapan manusia. Di hadapan pengetahuan-Nya yang sempurna, semua rahasia hati kita terbuka dan telanjang dan kita mengetahuinya. Kita tidak akan pernah bisa menjadi kebohongan di hadirat Allah dan kita mengetahuinya jika kita berdiam di hadirat-Nya, sehingga doa, membawa kita ke tempat segala pengetahuan, memiliki efek mendirikan pemerintahan kehidupan rahasia kita. Dan seseorang yang hidup banyak dalam persekutuan dengan Allah memiliki kehidupan rahasianya diatur dengan baik, dan jika ia berpikir kritis atau tidak berpikir baik, ia dihakimi di dalam hati; ia tidak perlu mengatakannya. Jika ia merasakan pikiran buruk tentang seseorang, ia dihakimi secara instan; ia tahu itu.
Jadi saudara lihat, doa dan segala pengetahuan Allah tidak bertentangan sebab ini adalah ketika kita tiba di tempat doa bahwa semua pengetahuan Allah menjadi pemerintahan di dalam kehidupan rahasia kita untuk membebaskan kita dari apa yang tidak menyenangkan bagi Tuhan. Jadi untuk semua kritik, baik yang diungkapkan atau yang tidak diungkapkan, untuk semua penilaian yang salah, untuk semua perasaan atau pikiran yang tidak sesuai dengan pikiran Tuhan, kehidupan doa yang lebih dalam adalah obatnya sebab ia memiliki efek ini. Dalam persekutuan dengan Allah kita tahu bahwa Tuhan mengetahui segalanya tentang itu dan itu memiliki efek pada kita dan efek itu lebih dalam daripada efek dari kita yang telah mengatakan sesuatu dengan bibir kita bahwa setelah itu kita malu bahwa siapa pun harus mendengarkannya. Ini membentuk pemerintahan batiniah dari kehidupan rahasia kita dalam perwujudan kemaha-tahuan Ilahi, dan kehidupan doa dalam terang segala pengetahuan. Pengetahuan-Nya yang sempurna, adalah hal yang positif, kontribusi yang positif. Ini semua adalah alasan untuk tidak menerima segala pengetahuan Allah sebagai kesempatan untuk melepaskan doa. Kita menempatkan semuanya pada sisi positif dan mengatakan bahwa ini lebih merupakan sebuah argumen untuk berdoa daripada sebaliknya.
Hidup dapat dengan mudah menjadi buatan, bahkan banyak pelayanan kita bagi Tuhan dapat mengambil bentuk-bentuk buatan. Kita mungkin memiliki komitmen yang sangat besar terhadap pekerjaan atau program, tuntutan, sehingga suatu buatan masuk ke dalam kehidupan kita, sesuatu yang agak lebih profesional daripada yang nyata, sesuatu yang adalah pekerja daripada manusia – dalam pengertian teknis pekerjanya – dan hidup adalah hal yang sangat buatan, dan hubungan manusia semuanya diperhitungkan untuk membuat kita menjadi buatan: yaitu, untuk menjadi sesuatu di hadapan orang lain yang sesungguhnya kita bukan. Ada penutup kehidupan – yang bukan dengan sengaja untuk menipu, di mana kita akan mencoba dan membuat mereka berpikir bahwa kita berbeda dari apa yang sebenarnya kita itu, tetapi ada penutup atau lapisan kehidupan, sebagaimana kehidupan diatur pada zaman ini, yang cenderung membuatnya menjadi buatan, dan semuanya tidak dikenali dan tanpa disadari, dengan cara sederhana kita mungkin cenderung berperan. Sedemikian rupanya sehingga kita bahkan menjadi orang asing bagi diri kita sendiri yang sejati dan nyata. Saudara tidak dapat memiliki apa pun dari itu di hadapan Allah. Semua ketidak-nyataan pergi dari hadirat-Nya, tidak ada menjadi seorang asing kepada diri saudara sendiri, saudara datang melawan fakta-fakta nyata; siapa diri saudara, siapa saudara itu. Kita dapat, di hadapan manusia, melakukan banyak khotbah dan itu dapat menyampaikan kepada manusia bahwa kita hidup sebagai pengkhotbah sebagaimana seharusnya dijalani, tetapi di hadapan Allah kita ditemukan, dan kita menghadapi kenyataan bahwa bagi kita di dalam pikiran Allah, hal yang jauh lebih penting daripada pekerjaan adalah pekerjanya. Jauh lebih penting di mata-Nya adalah kondisi daripada aktivitas. Itulah nilai kehidupan doa yang membawa kita ke dalam segala pengetahuan Allah dan mereka yang tidak memiliki kehidupan doa yang memadai menjadi buatan, profesional, eksternal dan mereka bahkan menjauh dari pengetahuan hati mereka sendiri.
Nah, saudara lihat bahwa seluruh beban berada di sisi pengetahuan Allah menjadi kesempatan untuk berdoa daripada untuk membatasi doa atau membuat doa tidak perlu. Sekarang, kami ingin menjauh dari kata-kata, teori, benar-benar ke yang praktikal dan nilai rohani dari semua ini.
Sesuai dengan keinginan T. Austin-Sparks bahwa apa yang telah diterima secara bebas seharusnya diberikan secara bebas, karya tulisannya tidak memiliki hak cipta. Oleh karena itu, kami meminta jika Anda memilih untuk berbagi dengan orang lain, mohon Anda menghargai keinginannya dan memberikan semua ini secara bebas - tanpa d'ubah, tanpa biaya, bebas dari hak cipta dan dengan menyertakan pernyataan ini.