oleh
T. Austin-Sparks
Diedit dan disediakan oleh Golden Candlestick Trust. Judul asli: "Oh that Ishmael Might Live Before You!" (Diterjemahkan oleh Silvia Arifin)
“Ah, sekiranya Ismael diperkenankan hidup di hadapan-Mu!” Jika saudara melihat kembali pada permulaan Kejadian 17, saudara akan mendapatkan sesuatu dari kekuatan seruan itu.
“Ketika Abram berumur sembilan puluh sembilan tahun, maka Tuhan menampakkan diri kepada Abram dan berfirman kepadanya: “Akulah Allah yang Mahakuasa (El Shaddai, Tuhan yang serba cukup), hiduplah di hadapan-Ku dengan tidak bercela. Aku akan mengadakan perjanjian antara Aku dan engkau, dan Aku akan membuat engkau sangat banyak.” Lalu sujudlah Abram, dan Allah berfirman kepadanya: “Dari pihak-Ku, inilah perjanjian-Ku dengan engkau: Engkau akan menjadi bapa sejumlah besar bangsa. Karena itu namamu bukan lagi Abram (bapa yang ditinggikan), melainkan Abraham (bapa banyak bangsa), karena engkau telah Kutetapkan menjadi bapa sejumlah besar bangsa. Aku akan membuat engkau beranak cucu sangat banyak; engkau akan Kubuat menjadi bangsa-bangsa, dan dari padamu akan berasal raja-raja. Aku akan mengadakan perjanjian antara Aku dan engkau serta keturunanmu turun-temurun menjadi perjanjian yang kekal, supaya Aku menjadi Allahmu dan Allah keturunanmu. Kepadamu dan kepada keturunanmu akan Kuberikan negeri ini yang kaudiami sebagai orang asing, yakni seluruh tanah Kanaan akan Kuberikan menjadi milikmu untuk selama-lamanya; dan Aku akan menjadi Allah mereka.” (Kejadian 17:1-8).
Dan ada lagi yang seperti itu nanti, dari ayat 15. Tapi itu cukup untuk saat ini untuk memberi kita latar belakang dari seruan ini, “Ah, sekiranya Ismael diperkenankan hidup di hadapan-Mu!” (ayat 18).
Setelah semua yang Tuhan katakan, jaminan yang berulang-ulang, yang menegaskan, “Aku akan,” “Aku akan,” “Aku akan,” pemandangan besar niat Ilahi disajikan dan dibuka kepada Abraham, kita mungkin mengharapkan sesuatu yang agak berbeda sebagai tanggapan Abraham. Penglihatan seperti itu dan jaminan yang begitu kuatnya mungkin telah membawa darinya sebuah penyerahan diri yang sangat kuat dan sepenuh hati kepada Tuhan, suatu perangkulan niat Ilahi. Memang, kita seharusnya terkejut jika Abraham tidak menjadi sangat bersemangat, memegang semuanya itu dengan antusias yang besar, tetapi kita menemukan bahwa ini adalah bentuk reaksinya: “Ah, sekiranya Ismael diperkenankan hidup di hadapan-Mu!”
Sekarang, sebelum kita bisa mendapatkan kekuatan penuh dari itu, kita harus berpikir sedikit lebih luas, dan mengingatkan diri kita tentang tujuan Allah dengan Abraham. Tujuan itu dengan Abraham adalah seluruhnya tujuan-Nya mengenai Anak-Nya, Tuhan Yesus, sebab Abraham memiliki hubungan dengan kekekalan masa lalu dan dengan nasihat Ilahi di dalam tujuan kekal di dalam Kristus itu, dan Abraham sendiri merupakan hubungan antara nasihat-nasihat Allah dari kekekalan itu dan Tuhan Yesus sendiri dan semua realisasi dari nasihat-nasihat itu di zaman yang akan datang. Tujuan Allah itu, seperti yang kita ketahui, menyangkut sebuah umat sorgawi yang hidup di dalam kepenuhan Allah itu sendiri, dan dalam hubungan dengan Anak Allah yang memerintah secara rohani di alam semesta ini. Saudara menemukan bahwa Abraham selalu dikaitkan dengan cara tertentu dengan Tuhan Yesus dan tujuan Allah di dalam dan melalui Dia.
Dalam Injil-Injil, saudara memiliki sebuah fragmen yang keluar dari bibir Tuhan Sendiri, “Abraham bapamu bersukacita bahwa ia akan melihat hari-Ku dan ia telah melihatnya dan ia bersukacita” (Yohanes 8:56). Abraham melihat hari Tuhan Yesus dan bersukacita. Kita tidak pernah diberitahu dalam Perjanjian Lama tepatnya bagaimana, kapan, atau di mana ia melihat hari itu, tetapi ada pernyataan yang dibuat oleh Tuhan Yesus. Tidak ada kuasa yang lebih besar yang dapat ditemukan untuk sebuah pernyataan. Kemudian saudara masuk ke dalam kitab Kisah Para Rasul dan tiba di pasal 7, ceramah besar Stefanus, dimulai dengan Abraham, “Allah yang Mahamulia telah menampakkan diri-Nya kepada bapa leluhur kita Abraham.” Kemudian Stefanus melacak dari penampakkan Allah yang Mahamulia itu kepada Abraham di negeri orang Kasdim, seluruh perjalanan sejarah Israel tepat hingga Tuhan Yesus dan menghubungkan Abraham dan Tuhan Yesus sebagai awal dan akhir dari sejarah Ilahi. Ia menunjukkan bahwa seluruh sejarah itu sejak Abraham dan seterusnya, memiliki penyempurnaannya dalam Kristus, dan Stefanus membawa pulang kepada para penguasa Yahudi tanggung jawab untuk seluruh sejarah itu. “Hai orang-orang yang keras kepala dan yang tidak bersunat hati dan telinga, kamu selalu menentang Roh Kudus, sama seperti nenek moyangmu, demikian juga kamu.” (Kisah Para Rasul 7:51), membawa pulang kepada mereka bahwa sejarah Allah dari Abraham dan seterusnya semuanya diarahkan kepada Tuhan Yesus, dan menemukan kepenuhan makna-nya di dalam Dia, dan mereka telah membunuh-Nya. Mereka bertanggung jawab atas semua itu.
Saudara melewati dari Kisah Para Rasul ke dalam kitab Roma, dan saudara tahu betapa besarnya tempat yang dimiliki Abraham dalam pasal-pasal awal kitab Roma, khususnya pasal 4. Di sana saudara memiliki iman Abraham atas dasar kebangkitan terhadap ketidakmungkinan dari yang alami, menghasilkan kebenaran yang merupakan kebenaran Kristus, dan dengan demikian menghubungkan benih rohani oleh iman dengan Tuhan Yesus atas dasar pembenaran yang absolut. Saudara melihat Abraham di sana digambarkan lagi sebagai penghubung dengan Tuhan Yesus oleh iman untuk benih rohani dalam penerimaan dengan Allah.
Jadi saudara meneruskan dan saudara datang kepada Ibrani. Saudara tahu tempat yang dimiliki Abraham di sana di pasal 12. Intinya adalah bahwa, dimulai dengan Habel, iman ditetapkan di dalam semua, dan di dalam Abraham, iman berhubungan dengan akhir Allah, tujuan besar Allah di dalam Kristus. Dan iman adalah apa yang membawa kepada akhir Allah dan realisasinya. Sekali lagi ada Abraham yang digambarkan dengan besarnya di dalam hal itu.
Sekarang, saudara melihat bahwa Abraham adalah hubungan yang sangat penting dengan pikiran dan tujuan penuh Allah, yang adalah sorgawi, rohani, dan kekal. Kepada itu, Abraham dipanggil dan semua yang terikat dengan itu dan yang keluar dari itu dari berkat universal dan sebuah umat yang berdiam di dalam terang penuh kenikmatan Ilahi dan lebih banyak lagi, tetapi itu sudah cukup untuk tujuan saat ini. Sekarang, kepada semua itu, Abraham dipanggil, dan untuk itu ia dipilih dan ditangkap oleh Allah. Allah datang dan mengatakan itu kepadanya, menyimpulkan semuanya dalam beberapa kalimat, dengan pengulangan jaminan ini, “Aku akan,” “Aku akan,” “Aku akan,” “engkau akan.” Abraham kembali kepada semua itu dengan “Ah, sekiranya Ismael diperkenankan hidup di hadapan-Mu!” Mengapa? Mengapa penurunan seperti itu? Mengapa reaksi yang begitu menyedihkan?
Saya berani mengatakan bahwa seruan Abraham itu memiliki gema di hati setiap orang yang telah dipanggil dengan cara Abraham, dan saya berani mengatakan bahwa itu telah menemukan gema di hati kita juga pada suatu waktu. Mengapa? Karena kesulitan yang melebihi dari jalan itu bagi daging. Semua itu harus diwujudkan tanpa harapan manusia akan realisasinya, semua itu harus dicapai tanpa ada apa pun di alam untuk menjaminnya. Untuk realisasi dan pencapaiannya, manusia yang dipilih sehubungan dengan itu akan dilucuti dari segala sesuatu yang dalam dirinya dapat memberikan harapan atau bantuan apa pun dan itulah perbedaan antara Ismael dan Ishak. Saudara lihat, situasinya adalah satu yang sangat sulit. Abraham berusia sembilan puluh sembilan tahun; Sara, istrinya, sudah tua. Situasi ini adalah satu yang tidak ada harapan, yang tidak mungkin secara manusiawi. Tidak ada apa pun di seluruh dunia manusia yang membentuk preseden untuk hal semacam itu. Tidak ada yang diketahui di alam manusia secara alami yang dapat membenarkan harapan apa pun untuk ini; yang dapat membentuk dasar jaminan untuk ini. Ini ada di luar tangan manusia, di luar kebijaksanaan manusia, di luar kemampuan manusia, pikiran, hati, kehendak, roh, jiwa, tubuh. Semuanya ada di luar perhitungan yang menyeluruh.
Tetapi Ismael adalah sesuatu yang berbeda; Ismael adalah sesuatu yang bisa aku lakukan. Ismael ada di tangan-ku, Ismael adalah sesuatu yang dapat aku lihat, yang dapat aku pahami dengan akal sehat-ku, yang dapat aku pahami. Ismael, ya, adalah sesuatu yang dapat aku hasilkan. Yang lain ini – betapa tidak nyatanya, betapa tidak berwujudnya, betapa tidak pastinya, betapa tidak mungkinnya! Ismael? Tidak ada banyak kesulitan di sepanjang garis Ismael. Ismael adalah proposisi yang cukup sederhana. Ismael adalah jalan yang lurus, tidak ada jalan pengalaman rohani yang berliku-liku, berkelok-kelok, labirin dalam segala misteri dan kebingungan dan urusan aneh dari Allah. Tidak ada semua itu tentang Ismael; Ismael mudah dan langsung, kita bisa melewatinya sekaligus. Itu hanyalah cara lain untuk mengatakan: “Ah, sekiranya aku bisa diselamatkan dari jalan iman ini, jalan sorgawi dari yang tak terlihat dan tidak berwujud dan tanpa preseden apa pun ini. Semua orang lain mengikuti jalan Ismael. Aku dipanggil untuk menempuh jalan yang sangat berbeda dari jalan orang lain dipanggil. Jalan-ku adalah jalan yang tidak pernah diminta oleh orang lain untuk mengambil!” Abraham baik saja mengatakan semua itu; itu akan benar. Jalan yang aneh! Sangat berbeda dari semua jalan yang telah dilakukan semua orang lain! Tentunya itu tidak benar? Ada sesuatu tentang ini yang tidak aman, tidak masuk akal. “Ah, sekiranya Ismael diperkenankan hidup di hadapan-Mu!” ia adalah proposisi yang cukup masuk akal dan padat bagi akal budi manusia! Itu adalah posisinya.
Dengan cara itulah gema ini ditemukan di dalam hati mereka yang dipanggil ke dalam tujuan Allah dengan apa Abraham terkait, sebab itu adalah tujuan yang sama. Kita berada di hal yang sama persis dengan hal di mana Abraham dipilih. Ini adalah tujuan kekal itu yang ada di dalam Kristus Yesus. Tidakkah kita semua pada suatu waktu dalam jalan pengujian iman mengenai panggilan Allah, penangkapan Allah akan kita, tujuan sorgawi Allah, tujuan kekal, rohani Allah – tidak dengan kata-kata yang persis sama ini, tetapi dalam sentimen yang sama, berkata, “Ah, sekiranya Ismael diperkenankan hidup di hadapan-Mu!” “Ah, sekiranya aku dapat melayani dan bekerja untuk Allah seperti yang dilakukan oleh mayoritas! Ini sangat berbeda! Ah, sekiranya aku dapat melakukan itu, yang akan menunjukkan sesuatu akan tenaga-ku, akan hidupku, sesuatu yang bisa aku miliki di tangan sekarang.”
Saudara ingat apa yang Paulus katakan (dan kita merindukan Galatia ketika kita berbicara tentang Abraham). Ia meletakkan jarinya di atas prinsip, menggunakan prinsip dengan cara yang khusus ini, sebagai hukum dan kasih karunia: “Hagar ialah gunung Sinai … ia sama dengan Yerusalem yang sekarang” (Galatia 4:25). Yerusalem yang sekarang, dan ketika iman diuji, iman diuji pada hal yang tidak terlihat, yang tidak kita miliki sekarang, apa yang memanggil untuk iman bahwa, meskipun kita mungkin tidak melihatnya di masa hidup kita, itu akan menjadi. Tetapi “Ah, sekiranya Ismael diperkenankan hidup di hadapan-Mu!” berarti, “Ah, untuk memiliki sesuatu sekarang, untuk memilikinya sekarang! Ketidakpastian ini, penundaan ini, panggilan untuk kesabaran dalam iman ini, ketabahan yang teguh sampai akhir …” – “supaya sesudah kamu melakukan kehendak Allah, sebab kamu memerlukan ketekunan.” Dan kita kembali ke bawah tekanan, “Ah, sekiranya Ismael diperkenankan hidup di hadapan-Mu!” “Ah, sekiranya ia bisa diterima oleh-Mu! Ah, sekiranya ini, jalan yang tidak begitu sulitnya dapat diterima sebagai jalan Tuhan bagi-ku!” Saudara tahu bahwa saudara dapat mengatakannya dengan banyak cara.
Salah satu kesulitan dalam hal ini adalah bahwa, sementara kita mungkin melangkah keluar seperti yang dilakukan Abraham ke dalam tujuan Allah dalam iman – dan itu mungkin merupakan tindakan yang mahal, melangkah keluar itu, keputusan untuk pergi keluar atas dasar ini dengan Allah di dalam iman – dibutuhkan iman yang jauh lebih kuat untuk menduduki dan berdiri di atas dasar itu, daripada untuk melangkah ke tempat itu. Saudara dapat mengambil suatu langkah dalam iman dan menemukan diri saudara di suatu tempat yang tidak begitu sulit. Ini mungkin dalam krisis besar, ini mungkin sebuah kesulitan besar, ini mungkin berarti perubahan besar, tetapi berbicara secara komparatif, ini tidak begitu sulit untuk mengambil langkah dengan Allah dibanding untuk memegang posisi itu tanpa batas waktu ketika saudara telah melangkah ke sana.
Untuk melangkah keluar ke dasar sorgawi adalah satu hal, dan itu mungkin berarti sebuah langkah yang besar, tetapi kemudian ada segala reaksi yang muncul setelahnya, semua orang yang tidak berada di dasar itu dan tidak setuju dengan dasar itu sama sekali! Mereka berkata, “Mari kita melakukan sesuatu, mari kita menunjukkan sesuatu!” “Ah, sekiranya Ismael diperkenankan hidup di hadapan-Mu!” Mereka memiliki Ismael mereka, dan Ismael adalah proposisi nyata dan hidup kepada indera, dan apa yang kamu punya? Yah, kamu sudah mendapatkan sebuah janji, dan apa yang kamu punya untuk bisa menjamin janji itu? Lihatlah dirimu sendiri, lihatlah keadaanmu, lihatlah segala sesuatu yang ada di sekitarmu, lihatlah pada semua yang ada dari mana kamu secara alami dapat mengharapkan sesuatu akan datang. Apa yang kamu punya? Bukan hanya tidak ada apa-apa, tapi juga tidak ada prospek. Saudara hanya memiliki Tuhan, saudara hanya memiliki Firman Tuhan. Saudara hanya memiliki sesuatu di suatu tempat di lebih dalam diri saudara daripada yang saudara mungkin sadari saat ini: pengetahuan bahwa Tuhan berkata demikian kepada saudara. Ketika saudara kembali kepada hal-hal, saudara harus bertanya, “Sekarang, apakah itu seorang lain? – atau apakah itu orang-orang lainnya? – dari mana asalnya? Tidak, itu adalah Tuhan, aku tidak akan pernah bisa balik kembali. Tuhan memberi-ku petunjuk itu, menunjukkan kepadaku tujuan itu.” Hanya itu saja yang saudara miliki untuk terus berjalan. Hanya itu saja. Tuhan, dan mungkin Tuhan dalam hati kita dengan sepatah kata, suatu kepastian, sebuah panggilan, sebuah pimpinan, sebuah penglihatan, melawan semua orang lain-nya dan setiap cara lain dalam melakukan pekerjaan Tuhan, cara Ismael. Saudara lihat betapa pentingnya untuk memperbesar perbedaan antara Ismael dan Ishak dan apa yang diwakili oleh mereka. Saya tidak akan melakukan itu sekarang. Saudara bisa kembali ke sana.
Kita tahu, jika kita akan berbalik ke arah Ismael, kita akan memiliki Ismael di tangan kita, yaitu, kita harus bertanggung jawab atas apa yang kita hasilkan. Abraham menemukan dirinya dalam kesulitan yang sangat canggung atas Ismael. Ismael adalah alternatifnya terhadap jalan iman sejati kepada Allah; itu adalah sesuatu dari dirinya sendiri untuk membantu Allah, dan ia memiliki Ismael di tangannya, sesuatu yang ia harus bertanggung jawab. Ishak tidak pernah ada di tangan Abraham, ia berada di tangan Allah. Allah mengambil tanggung jawab di sana dengan cara yang luar biasa. “yang akan disebut keturunanmu ialah yang berasal dari Ishak” (Kejadian 21:12). Perjanjian-Ku adalah dengan Ishak. Allah berkomitmen kepada Ishak, bukan kepada Ismael, untuk tujuan kekal-Nya.
Sekarang, ini memiliki banyak cara aplikasi yang sah. Ini bukanlah niat kita untuk mencoba dan membuat aplikasi ini sekarang, tetapi untuk menyarankan suatu prinsip. Berikut adalah dua hal: jalan Ismael dan jalan Ishak, jalan duniawi dan jalan sorgawi, jalan manusia dan jalan Allah, cara untuk melakukan sesuatu untuk Allah dan cara Allah melakukan pekerjaan-Nya sendiri melalui kita. Ada jalan hal-hal yang terlihat dan jalan hal-hal yang tidak terlihat; jalan yang mungkin bagi kita dan jalan yang tidak mungkin bagi kita. Ini adalah jalan kebebasan dalam kaitannya dengan tujuan penuh Allah, sebab Ismael berada dalam perbudakan – itu adalah perkataan Paulus – “Itulah Hagar … ia hidup dalam perhambaan dengan anak-anak-nya”; jalan kebebasan penuh dalam kaitannya dengan tujuan akhir Allah atau jalan pembatasan, dan kita tahu betul itu. Terpujilah Allah, beberapa dari kita telah diselamatkan dari jalan itu, tetapi ketika kita melihat kembali, kita ingat keterbatasan yang mengerikan dalam roh dalam hal-hal Allah ketika kita bekerja di bidang yang terorganisir itu, di mana sebagian besar orang-orang Kristen sedang melakukan sesuatu di bumi untuk Allah, menjalankan segala sesuatu untuk Allah. Oh ya, kita benar-benar memiliki Ismael di tangan kita! Ia adalah tanggung jawab kita, tapi oh! Rasa keterbatasan dan perbudakan secara rohani. Apa pun yang mungkin menjadi rasa keterbatasan kita sekarang, ini bukanlah keterbatasan rohani. Kita memiliki langit terbuka; kita memiliki alam semesta Allah yang terbuka untuk kita. Keterbatasan kita sekarang hanyalah di sepanjang garis pemenjaraan kita kepada Tuhan, bahwa kita hanya dapat melakukan apa yang Tuhan ijinkan untuk kita lakukan dan menyuruh kita lakukan; tidak ada apa pun yang dari diri kita sendiri. Kami ingat garis Ismael, bagaimana kami mengeluh dan mengeluh terhadap garis hal-hal itu. Allah telah membebaskan kita.
Nah, di sini ada dua alternatif, dua jalan. Sekarang, apakah saudara kadang-kadang merasa seperti itu? Oh, ini adalah jalan yang sulit yang Tuhan telah panggil untuk kita, jalan yang mustahil, dan di sepanjang jalan ini, sedikit yang setuju dengan kita, yang mengerti, yang percaya bahwa kita bisa benar. Mayoritasnya mengambil jalan yang lain dan dengan kuatnya mengambil jalan itu. Apakah saudara kadang-kadang merasa, “Ah, sekiranya Ismael diperkenankan hidup di hadapan-Mu! Ah, sekiranya ini dapat diterima oleh Allah untuk mengambil jalan itu!” Semoga Tuhan menguatkan iman kita agar kita tidak gagal dari panggilan sorgawi.
Sesuai dengan keinginan T. Austin-Sparks bahwa apa yang telah diterima secara bebas seharusnya diberikan secara bebas, karya tulisannya tidak memiliki hak cipta. Oleh karena itu, kami meminta jika Anda memilih untuk berbagi dengan orang lain, mohon Anda menghargai keinginannya dan memberikan semua ini secara bebas - tanpa d'ubah, tanpa biaya, bebas dari hak cipta dan dengan menyertakan pernyataan ini.